Selasa, 13 Maret 2012

PILIH IMAN ATAU AMAN

EFESUS 6: 16

-    Perlengkapan perang rohani itu cocok dengan persenjataan seorang anggota legiun Romawi pada jaman hidup Paulus.

-    Perisai merupakan alat pelengkap bagi orang yang siap untuk bertempur, dan biasanya diseimbangkan dengan pedang, tombak atau golok.

-    Panah api biasa digunakan oleh orang yang mengenakan senjata ringan untuk menyerang, biasanya panah-panah itu kadang dibubuhi racun atau dinyalakan sebagai panah berapi.

-    Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. --- iman pada Yesus.

-    Aman --- tenang, tidak terganggu, nyaman.

-    Apakah orang beriman selalu merasa aman dalam hidupnya?
Apakah orang yang aman adalah orang yang beriman?

-    Apa yang Paulus katakan tentang Perisai Iman:
1.    Harus selalu dibawa setiap saat
-    Iblis menggoda kita setiap saat (ay. 11)
-    Iblis mencobai kita bukan satu kali saja (ay. 16)
-    Dalam segala keadaan (above all)
-    Bila seorang prajurit tidak membawa perisainya saat mau berperang, tandanya ia tidak siap untuk berperang.
-    Ilustrasi : film perang, papanya mas Hadyan.
-    Seringkali orang Kristen tidak membawa perisai iman karena ingin mencari yang aman-aman saja.
-    Permasalahan kerja : IHMANJA / IMANLA

2.    Harus ditaruh di depan, bukan di belakang
-    Fungsi perisai untuk lindungi serangan musuh dari depan / samping dan bukan dari belakang.
-    Kalau ditaruh di belakang berarti anggap remeh musuh, padahal Iblis itu licik dan punya struktur (ay. 12).
-    Akal / logika biasanya di depan, sedangkan iman di belakang.
-    Ilustrasi : nenek beriman dengan orang kaya.
-    Sering kita bawa iman, tapi hanya di taro di belakang, setelah semua macet, baru iman di taruh di depan.
-    Sakit : ke dukun. Kerjaan : paranormal.

3.    Harus tahu kegunaannya
-    Kata pergunakanlah : perintah aktif yang sekali digunakan, selamanya akan ada.
-    Fungsi : memadamkan bukan menghilangkan, semua bukan sebagian.
-    Ilustrasi : raket nyamuk.

KASIH YANG MEMISAHKAN

Kejadian 25:19-28

Selamat malam ibu2 yang dikasihi Tuhan.
Malam ini tema renungannya adalah “kasih yang memisahkan”. Kita akan membaca dari Kejadian 25:19-28.
Sebelumnya mari kita berdoa.
Amin.

Ibu2 yang dikasihi Tuhan, pernah mendengar pepatah ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’? Apa maksud dari pepatah tersebut?
Ya benar, maksudnya adalah kelakuan anak pasti tidak jauh berbeda dengan kelakuan orangtuanya. Ada satu dosen saya yang pernah mengatakan seperti ini, “kalian yah para putri, kalau mencari pacar, jangan cuma lihat sekarang, lihat wajahnya yang ganteng, itu tidak cukup, kalian harus lihat seperti apa bapaknya, karena nanti kalian menikahi orang yang tidak jauh berbeda dengan bapaknya itu. Kalau mau lihat pacar kalian nantinya menjadi suami yang bertanggungjawab atau tidak, lihat bapaknya, kalau bapaknya bertanggungjawab, maka pacar kalian sudah punya nilai plus. Kalau mau lihat pacar kalian bertanggungjawab atau tidak, lihat bagaimana perlakuannya terhadap mamanya dan keluarganya”.

Saya tidak tahu apakah perkataannya benar atau tidak, tapi ketika saya melihat teman-teman saya yang sudah menikah, ternyata memang tidak berbeda jauh. Itulah sebabnya bagi orang Jawa ada parameter dalam mencari calon menantu: bibit bebet bobot. Anak siapa (keturunan), bagaimana keadaan ekonominya (materi), kualitasnya (gelar pendidikannya).

Ternyata, anak sangat dipengaruhi oleh orangtuanya, baik secara pengajaran/pendidikan di rumah, kebiasaan di rumah, dan kondisi yang ada di rumah tersebut.
Dan anak akan memiliki kecenderungan untuk mengikuti kebiasaan orangtuanya.

Bagian firman Tuhan yang kita baca tadi mengisahkan tentang Esau dan Yakub. Tapi bukan mereka yang akan kita bahas dalam malam ini, melainkan orangtua mereka.
Siapa orangtua mereka? Ya benar, Ishak dan Yakub.

Mari kita perhatikan ayat 28 “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub”.

Pertanyaannya, kenapa Ishak bisa lebih mengasihi Esau? Bukankah sebelumnya Ishak berdoa kepada Tuhan untuk meminta anak (ay. 21), dan ketika Tuhan memberikan anak, bahkan dua sekaligus, ternyata Ishak dikatakan lebih mengasihi Esau, dan lucunya, alasan Ishak mengasihi Esau karena soal perut. Ishak suka makan daging buruan, dan karena Esau suka berburu, maka Esau pun lebih dikasihi dibandingkan Yakub.
Tapi menurut saya, alasannya lebih dari sekedar perut atau masakan daging buruan. Alasan sebenarnya kenapa Ishak lebih mengasihi Esau adalah karena Esau adalah anak sulungnya. Anak yang nantinya akan mewarisi ¾ bagian dari seluruh harta kekayaannya.
Bukankah itu juga yang dilakukan oleh Abraham kepada Ishak? Dalam Kejadian 25:5 dituliskan bagaimana Abraham memberikan segala harta bendanya kepada Ishak dan mengusir anak-anaknya yang lain. Abraham pun dulu lebih mengasihi Ishak dibandingkan Ismael dan anak-anaknya yang lain.
Perlakuan ini ternyata menurun kepada Ishak. Ishak lebih mengasihi Esau daripada Yakub.
Anak pertama cenderung lebih dikasihi daripada anak kedua dan seterusnya.
Suatu ketika, ada seorang ibu yang memiliki 6 orang anak. Ketika anak-anaknya sudah besar, ada seorang teman yang menanyakan kepadanya, apakah ada perbedaan mengurus anak yang pertama sampai dengan yang keenam. Ibu ini menjawab, “wah beda banget”, katanya.
“waktu anak pertama saya tersedak, saya langsung telepon dokter dan sudah siap membawa anak saya ke rumah sakit. Tapi waktu anak saya yang bungsu makan sabun, saya kasih dia minum air putih yang banyak”.

Ibu2 yang dikasihi Tuhan, perlakuan yang membedakan anak itu biasanya disadari oleh anak itu sendiri, mungkin orangtua tidak menyadarinya, tapi anak menyadari. Hal yang kecil, ketika anak yang satu pulang ke rumah disambut dengan baik, sedang anak yang lain tidak disambut, itu akan menimbulkan kepahitan. Mungkin si anak tidak akan berbicara langsung, tapi dalam hati dan pikirannya akan tertanam: si mama lebih sayang sama cici/koko/dede.
Apalagi kalau sudah membanding-bandingkan antara anak yang satu dengan yang lain. Belum lagi perkataan yang menusuk dan menyakitkan, “bodoh, malas, dll”.
Jangan salahkan anak, kalau anak jadi tidak dekat dengan orangtua yang seperti itu.

Kasih sayang orangtua yang berbeda terhadap satu anak dari anak yang lainnya, kasih seperti itulah yang akan memisahkan hubungan anak dan orangtua.

Yang kedua, dalam ay.28b dituliskan Ribka kasih kepada Yakub. Saya pikir ini adalah naluri seorang ibu. Ketika melihat anak yang satu tidak dikasihi oleh ayahnya, maka cenderung seorang ibu akan mencurahkan kasihnya kepada anak yang kurang sentuhan papanya tersebut.
Dan memang Ribka sangat mengasihi Yakub, sampai2 Ribka lah yang mencari cara supaya Yakub memperoleh hak kesulungan Esau. Salahkah seorang ibu membela anaknya? Tidak salah, tapi yang salah adalah cara yang digunakan dalam membela anaknya.
Ribka lupa kalau Esau juga adalah anak yang lahir dari rahimnya. Ribka lupa kalau sebelumnya, Ribka pun sudah meminta petunjuk dari Tuhan ketika ia sedang hamil kedua anaknya tersebut (ay. 22b). Tapi karena kasihnya yang begitu besar kepada Yakub, Ribka melupakan semua itu, bahkan melakukan kejahatan dengan memfasilitasi Yakub dalam menipu Ishak, bapaknya sendiri.
Hasilnya, hubungan Yakub dan Esau renggang. Yakub harus melarikan diri ke Mesopotamia, sedangkan Esau hidup dengan kebencian terhadap Yakub. Dan Ribka pun harus kehilangan anak2nya, bukan cuma Yakub, tapi juga Esau.
Kalau saja Ribka bisa lebih tegas dan betul2 menunjukkan kasih sayang yang benar kepada Yakub, tentunya dia tidak akan terpisah dari Yakub dan tentunya Yakub dan Esau tidak perlu bermusuhan sekian tahun lamanya.

Ada seorang ibu yang hanya memiliki satu anak. Ibu ini mencurahkan seluruh kasih sayangnya buat si anak. Apa yang anak ini pengen, pasti dikasih. Begitu seterusnya, sampai anak ini berusia 17 tahun. Di ulangtahunnya yang ke-17, anak ini meminta satu hadiah. Tapi ibunya tidak mau memberikan. “Ayolah mah, selama ini kan aku minta apa saja pasti mama berikan, sekarang aku cuma minta ini, masa seh tidak boleh”, anaknya terus membujuk si mama. Ibu itu tetap tidak mau memberikan apa yang diminta si anak. Anak itu terus merengek, “masa seh cuma lipstik aja tidak boleh, aku kan sudah besar mah, sudah berumur 17 tahun, ayolah mah, ini kan hari ulang tahunku, aku mau pakai lipstik, aku mau tampil cantik mah”. Mamanya dengan teriak berkata, “mama bilang tidak boleh, ya tidak, mengerti kamu Doni!”

Ibu2 yang dikasihi Tuhan, kadang hati seorang ibu tidak tega melihat anaknya kesusahan atau menderita, sehingga dengan banyak cara, seorang mama akan berusaha untuk menolong anaknya tersebut. Namun hati2, jangan sampai akhirnya kita malah menjerumuskan anak kita, karena kasih sayang kita yang terlalu berlebihan kepada si anak.
Karena terlalu dimanja, anak bisa tidak mandiri. Karena terlalu disayang, anak jadi tidak terlalu menghormati orangtua. Karena terlalu dibebaskan, anak bisa masuk dalam pergaulan yang salah.

Tindakan kasih yang berlebihan dari orangtua pada akhirnya akan menyusahkan kehidupan anak-anaknya. 

Jadi seharusnya bagaimana? Bagaimana agar kasih yang kita miliki tidak memisahkan hubungan kita dengan anak? Bagaimana agar kasih yang kita berikan kepada mereka tidak menyusahkan hidup mereka?

Kita harus kembali kepada Kristus. Kasih Kristus kepada manusia itulah yang harus kita teladani. Yesus tidak membeda2kan kasih-Nya. Ia mengasihi pemungut cukai, perempuan berzinah, perempuan Samaria, dan orang-orang yang tersisih dari masyarakat dikasihi-Nya.
Ia tidak membedakan antara murid yang satu dengan yang lain. Ia menganggap mereka semua sama, sama-sama membutuhkan kasih dan anugerah-Nya.

Ketika kita meneladani kasih Kristus itulah, maka kasih kita tidak akan memisahkan, malah sebaiknya mempersatukan anggota keluarga kita. Dan Amsal 31, tentunya bisa distempel di hidup kita, isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata.

Amin. Mari kita berdoa.

THE SECOND MAN – KALEB

BILANGAN 13:25-14:10

-    Selamat pagi teman-teman yang dikasihi Tuhan. Hari ini adalah hari terakhir retreat kita, mudah-mudahan kebersamaan kita boleh membuat kita saling mengenal satu sama lain dan saling mendoakan.

-    Mari kita membuka firman Tuhan dari Bilangan 13:25-14:10.
Mari kita berdoa. Amin.

-    Judul khotbah hari ini adalah ‘The Second Man’, atau orang kedua.
Apa sich yang dimaksud dengan orang kedua? Apakah pengertiannya sama dengan yang dinyanyikan oleh Astrid, jadikan aku yanng kedua, buatlah diriku bahagia.
Tidak. Bukan itu pengertiannya.
Orang kedua disini bukanlah seorang WIL / PIL, bukanlah selingkuhan.
Tapi orang kedua disini adalah orang yang bekerja di balik layar. Orang yang tidak muncul di permukaan, orang yang bertugas membantu pekerjaan orang pertama.
Misalnya, suami yang sukses, maka mungkin yang menjadi orang kedua adalah istrinya.
Bos yang berhasil, maka mungkin sekretarisnya yang menjadi orang kedua.

-    Dengan adanya orang kedua, maka orang pertama bisa maju. Orang yang sukses / berhasil, maka di belakang dia pasti ada orang yang telah mendukungnya.
Sewaktu jadi presiden, Bill Clinton adalah orang pertama di AS, namun ada orang kedua yang mendukungnya supaya ia bisa seperti itu, yaitu istrinya, Hillary Clinton.

-    Hari ini orang kedua yang akan kita pelajari adalah Kaleb.
Siapakah Kaleb? Kaleb adalah pemimpin suku Yehuda yang bersama 11 pemimpin suku yang lain ditugaskan oleh Musa untuk mengintai tanah Kanaan.

-    Bagaimana kita bisa tahu kalau Kaleb adalah orang kedua, orang yang berperan penting dalam kepemimpinan Yosua?

-    Kita akan melihat ciri-ciri seorang yang menjadi orang kedua:

1.    Bisa Menjadi Pendorong (13:30)
-    Ketika 10 pengintai menceritakan keadaan yang tidak benar tentang tanah Kanaan, ketika 10 orang itu kecut hatinya, maka Kaleb lah yang berinisiatif untuk memotivator atau mendukung / memberikan kekuatan kepada bangsa Israel dengan mengatakan, kita pasti mengalahkan dan menduduki negeri itu.
-    Ilustrasi: dalam acara Mamamia, ada ibu dan anak yang saling mendukung dan akhirnya anaknya menang, yaitu Fiersya dan Mama Ace. Fiersya anak yang cacat, matanya buta, tidak bisa melihat, namun Mama Ace selalu memberikan dorongan. Ketika Fiersya bisa menyanyi dan menjadi juara, itu tidak lepas dari dorongan sang mama.
-    Seorang yang menjadi orang kedua memiliki kemampuan untuk menjadi seorang motivator bagi orang pertama. 

2.    Bisa Menjadi Penasehat (14:7-8)
-    Ketika bangsa Israel bersungut-sungut dan meragukan kekuatan Allah bahwa Allah sanggup memberikan tanah Kanaan kepada mereka, maka Kaleb memberikan nasehat kepada bangsa itu (ay. 9).
-    Ilustrasi: Kerajaan dan Penasehat / ketua dan sekretaris.
-    Orang kedua memilki fungsi untuk menjadi penasehat bagi orang pertama.

3.    Bisa Menjadi Pemimpin (13:2, 6)
-    Kaleb adalah orang kedua dalam pemerintahan Yosua, namun sebenarnya Kaleb adalah juga orang pertama dalam suku Yehuda.
-    Ilustrasi : Pak Yan dan Ko Juffry (Ketua Senat dan Sekretaris)

Banyak orang yang hanya ingin menjadi orang pertama, yang terkenal, padahal bukan suatu hal yang memalukan kalau kita juga adalah orang kedua.

KUASA TUHAN BILANGAN 11:4-23

Selamat pagi, Bapak/Ibu/Saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Pagi ini kita akan sama-sama belajar dari firman Tuhan yang terambil dalam Bilangan 11:4-23.
Mari kita membacanya secara bergantian.
Sebelum kita merenungkan bagian ini, mari kita berdoa. Amin.

Saudara, saya teringat dengan satu acara di televisi, kalau tidak salah judulnya “Masihkah Engkau Mencintaiku?”, dengan pembawa acaranya adalah Dian Nitami dan Helmy Yahya.
Acara ini memberi kesempatan kepada suami-istri yang bertengkar/ingin bercerai untuk bisa berbicara dari hati ke hati, mengungkapkan kekuasaan dan harapannya terhadap pasangan masing-masing. Hasilnya nanti ada yang kembali bisa memaafkan, atau malah ada yang langsung marah dan tidak mau memaafkan pasangannya lagi.

Tidak semua yang namanya berbicara dari hati ke hati, akan mengeluarkan uneg-uneg kita, itu akan mendapatkan respon yang positif. Tergantung juga pada bagaimana kita mengeluarkan uneg-uneg/isi hati/kekecewaan kita tersebut.

Dalam firman Tuhan yang kita baca tadi, ada juga orang yang saling ‘protes’, ayat 4-6 menuliskan “orang-orang bajingan kemasukan nafsu rakus dan orang Israel menangis, minta daging dan mereka mulai membandingkan keadaan mereka dengan wkatu mereka masih ada di Mesir”.

Siapa itu orang-orang bajingan? Ada yang mengatakan orang-orang bajingan itu adalah orang-orang non-Israel yang ikut pergi dari Mesir setelah melihat perbuatan ajaib Tuhan kepada Israel dan Mesir (Keluaran 12:38).
Mereka memprovokasi bangsa Israel, sampai Israel menangis meminta daging dengan mengatakan, disini yang kami lihat cuma manna saja, kami mau daging, lihat sekarang kami kurus kering, padahal waktu di Mesir, kami bisa makan ikan dengan gratis, semua hasil tanah Mesir bisa kami nikmati, dengan tidak bayar apa-apa.

Apakah pernyataan mereka benar, bahwa mereka gratis makan semuanya? Tidak. Mengapa? Karena waktu di Mesir, makanan yang mereka makan “dengan gratis” itu harus dibayar dengan kemerdekaan mereka sebagai manusia. Mereka menjadi budak, harus kerja rodi, ditindas dan tidak dihargai, benar-benar menjadi seorang budak.
Sir William Wallace, dari Skotlandia, yang dikenal dengan julukan Braveheart (filmnya dibintangi oleh Mel Gibson), mengatakan “kalian boleh menghabisi nyawa kami, tetapi tidak kemerdekaan kami”.

Saudara, orang Israel lebih senang jadi budak di Mesir, daripada menjadi orang bebas. Itu dikarenakan urursan perut. Israel bosan dengan manna, roti dari sorga itu, Israel menolak manna dan mempertanyakan “siapakah yang akan memberi kita makan daging”. Mereka menolak Tuhan yang telah memberikan kemerdekaan, menjadikan mereka menjadi umat pilihan, dan akan diberikan tanah perjanjian.

Akhirnya apa yang Tuhan lakukan? Ayat 18-20, Tuhan akan memberikan mereka daging, bukan hanya 1 hari, tapi 1 bulan, sampai mereka muak.

Bapak/Ibu/Saudara, ‘permintaan daging’ akhirnya menjadi kutuk bagi Israel. ‘Permintaan daging’ membuat Israel menolak Tuhan. ‘Permintaan daging’ membuat Israel lebih senang menjadi budak di Mesir daripada menjadi umat Allah yang telah dimerdekakan.
Urusan perut membuat Israel mempertanyakan kuasa Tuhan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga membandingkan keadaan kita waktu belum percaya Yesus dengan setelah percaya Yesus? Sebelum aktif di gereja dengan sesudah aktif?

Lebih enak dulu waktu belum percaya, hidup ku sukses secara materi, sekarang mah mau beli keperluan anak harus mikir ratusa kali. Sudahlah, tidak usah terlalu aktif di gereja, tidak usah kasih perpuluhan, tidak usah ikut kebaktian. Karena percuma, tidak bisa ‘makan daging’, cuma bisa ‘makan roti’ saja.

Mulailah kita meragukan Tuhan dan kuasa-Nya.
Hati-hati Saudara, apa yang kita ingini, belum tentu itu terbaik buat kita.
Jangan biarkan keinginan kita nantinya malah menjadi kutuk, menajdi tidak baik buat kita sendiri.
Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita, tanya dan mintalah kepada-Nya, tapi jangan menggerutu dan mempertanyakan kuasa-Nya, apalagi menolak Dia.

Sama seperti orangtua yang tidak akan memberikan pisau kepada anaknya yang masih kecil, karena takut nanti jari tangan anaknya terpotong.
Tuhan tahu memberikan yang terbaik karena Ia berkuasa.


Ketika Musa mendengarkan keluhan dan tangisan orang Israel, Musa menjadi tidak tahan. Ia datang kepada Tuhan dan mengeluarkan uneg-unegnya.
Ini yang membedakan keluhan orang Israel dengan keluhan Musa.

Orang Israel tidak langsug datang kepada Tuhan mengungkapkan keinginan mereka, sebaliknya, mereka malah saling memprovokasi satu sama lain.
Beda sekalli dengan Musa, yang langsung datang kepada Tuhan dan mengungkapkan kekecewaan-Nya, bahkan juga mempertanyakan kebaikan Tuhan.

Musa merasa tidak sanggup memimpin Israel seorang diri. Bagaimana tidak, Musa sudah mengalami perjalanannya bersama dengan bangsa yanng tegar tengkuk, yang hanya bisa protes setiap kali mendapatkan tantangan.

Sampai ayat 15, Musa minta Tuhan untuk membunuh dia saja.
Ayat 11-15 merupakan doa Musa yang kalau kita perhatikan begitu tulus dan apa adanya. Tidak ada kepura-puraan didalamnya.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan.
Apa yang dilakukan Tuhan dalam menjawab keluhan Musa?
Ayat 16-18, Tuhan akan memberikan teman yang akan menolong Musa dalam memimpin bangsa Israel, yaitu 70 orang tua-tua.
Tuhan tidak membiarkan Musa sendirian, karena Tuhan tahu apa yang Musa rasakan dan Tuhan berkuasa untuk melakukan apa saja yang Ia mau, termasuk menyediakan daging selama 1 bulan full untuk dikonsumsi oleh 600 ribu orang (ayat 20-21).

Musa mendapatkan belas kasih Tuhan, karena Musa langsung datang kepada Tuhan mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan, secara jujur dan terbuka.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih memakai topeng ketika kita datang kepada Tuhan? Apakah hidup kita penuh dengan kepura-puraan? Apakah kita mempunyai relasi doa yang indah bersama dengan Tuhan?

Ada seorang jemaat yang begitu puitis ketika berdoa. Suatu kali, dalam persekutuan rumah tangga, Bapak ini diminta untuk emndoakan seorang anak yang bernama Susi, yang sedang sakit. Lalu Bapak ini mulai berdoa, bla...bla....bla.....
‘Tuhan, sekarang kami mau berdoa untuk Susi yang sedang sakit, duh Susi...Susi...kok kamu sakit nduk’.

Saudara, ketika mendengar kisah ini, saya merasa lucu, Bapak ini begitu polos, dan saya rasa itu begitu indah, ketika doa = ngomong, tidak perlu pakai EYD, tapi kata-kata yang keluar dari hati.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika ada sesuatu hal yang mengganjal di dalam hati, ketika ada keinginan / harapan kita, jangan lari ke manusia, jangan menggerutu kepada Tuhan.
Tapi datanglah dalam doa kepada-Nya, karena Ia Tuhan yang berkuasa. Ia memberikan daging seperti yang diminta orang Israel. Ia memberikan teman dalam bertanggungjawab seperti yang diminta Musa. Karena Ia adalah Tuhan yang berkuasa dan tahu apa yang terbaik bagi umat pilihan-Nya.

Amin. Mari kita berdoa. 

Penggosip

Selamat malam ibu-ibu yang dikasihi oleh Tuhan.
Tema kita malam ini adalah ‘PENGGOSIP’.
Orang yang suka bergosip, disebut sebagai penggosip.
Gosip itu singkatan dari ‘makin digosok, makin sip’, maksudnya adalah suatu cerita yang beredar dari satu mulut ke mulut lain, dari satu telinga ke telinga lain, dan itu sudah disertai dengan bumbu-bumbu yang menarik, sehingga cerita semula bisa sangat berbeda maknanya, atau malah menjadi suatu cerita yang tidak jelas kebenarannya.
Namun anehnya, banyak orang yang suka dengan gosip, maksud saya suka bergosip dan suka menjadi penggosip, tapi tidak mau kalau digosipkan.
Benar kan? Mau tidak ibu-ibu digosipkan? Bukan KD (Kris Dayanti), tapi KG (Korban Gosip). Ada yang bersedia jadi sukarelawan menjadi korban gosip? Tentunya tidak ada seorangpun yang mau digosipkan kan? Tapi kalau bergosip, itu tidak bisa dihindari, benar ibu-ibu?

Ada banyak hal yang bisa digosipkan / ‘diceritakan’. Mulai dari masalah keluarga (hubungan suami-istri, perilaku anak, mertua, adik ipar dll), masalah keuangan (tetangga punya rumah baru, gaji naik, pekerjaan, dll), masalah penampilan (kosmetik, salon, operasi wajah, merk pakaian, dll). Pokoknya banyak deh. 

Dari buku yang saya baca (High-Maintenance Relationship, oleh Les Parrott III, Ph.D.), dituliskan kalau rata-rata setiap orang mengucapkan kebohongan (dalam hal bergosip) sebanyak 13 kali setiap minggu, bahkan itupun tanpa disadari kalau sudah berbohong. Wah, kita musti hitung nih mulai hari ini sampai dengan Kamis depan, benar tidak yah penelitian tersebut.

Nah, apa kata firman Tuhan tentang bergosip ini?

Sekarang, mari kita membuka firman Tuhan dari Amsal 25:9, “belalah perkaramu terhadap sesamamu itu, tetapi jangan buka rahasia orang lain”.

Biasanya orang mau bergosip karena mau tahu urusan orang lain, atau ingin menjadi orang yang pertama tahu mengenai ‘informasi’ yang belum diketahui oleh orang lain. Gosip juga dianggap sebagai salah satu cara untuk mendapatkan ikatan persahabatan atau kunci penerimaan sosial. Yaitu kebutuhan untuk diterima. Bergosip juga disukai karena dengan bergosip membuat kehidupan mereka lebih normal.

Namun Amsal 25:9 mengatakan untuk kita jangan membuka rahasia orang lain. Kalau memang bermasalah dengan diri kita sendiri, kita berhak dan boleh membela masalah kita (debate your case with your neighbor), tapi jangan sampai membawa-bawa orang lain.

Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, lihat apa yang saya bawa ini? Coba sebutkan. Yah benar, kertas yang ada titik-titiknya. Ada yang berwarna hitam, merah, dan biru. Ketika kertas ini saya angkat dan saya tunjukkan kepada ibu-ibu, yang pertama kali dilihat yang titik-titiknya kah? Atau ibu-ibu melihat kertas putihnya? Padahal yang noktah ini lebih sedikit dibandingkan dengan kertas putihnya. Tapi itulah yang mencolok dan itulah yang kita lihat dulu.
Bukankah kita seperti itu juga? Kalau kertas ini digambarkan sebagai kehidupan orang lain, maka yang kita lihat adalah bercak yang ada di dalam kehidupan mereka, dan itu yang kita ekspos dan kita ceritakan. Tapi yang bersihnya tidak kita lihat atau kita malas lihat.

Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, jangan pernah membicarakan keburukan atau kehidupan orang lain, kalau mau, ceritakan saja kehidupan sendiri. Ini akan mencegah gosip dan mencegah kita menjadi penggosip.

Kenapa kita dilarang untuk membicarakan orang lain dalam hal gosip?

Mari kita lihat dalam Yakobus 1:26, “jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”.
Yakobus 3:5, “demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar”.

Ibu-ibu, percuma kita beribadah, kata Yakobus, kalau ternyata kita tidak bisa menahan perkataan kita.
Jangan ikut-ikut dalam bergosip. Ada satu orang yang pernah mengatakan kepada saya, untuk mengatasi supaya tidak ikut bergosip adalah dengan langsung cut dengan mengatakan, “maaf, saya tidak mau mendengar hal itu yah.” Dan gosip itu pun tidak jadi masuk dalam telinganya.   

Suatu hari, ada seorang ibu yang membicarakan tetangganya. Dan pembicaraan itu ternyata akhirnya menyebar sampai ke seluruh kompleks perumahan tersebut. Padahal belum dilihat kebenarannya. Kemudian, si ibu yang pertama kali menggosip itu, baru tahu kalau ternyata cerita yang dia sampaikan ke orang-orang di kompleksnya, adalah cerita yang salah. Ibu ini menyesal dan ingin memperbaiki kesalahannya.
Ibu ini berusaha keras mencari cara supaya cerita itu tidak lagi berkembang, dan akhirnya ibu itu menemui seorang pendeta dan meminta solusi dari sang pendeta.
Pendeta mendengarkan lalu berkata kepada si ibu, “ambil satu bantal kapuk di rumah, lalu datanglah kembali kesini, tapi selama dalam perjalanan, buang dikit demi sedikit kapuk dalam bantal itu, sampai kapuknya habis, nanti saya akan kasih tahu apa lagi yang harus ibu lakukan”.
Singkat cerita si ibu melakukannya, dan tiba di rumah pak pendeta dengan bantal yang sudah habis kapuknya. Pak pendeta lalu meminta si ibu untuk mengumpulkan kembali kapuk-kapuk yang sudah disebarnya di sepanjang jalan.
Ibu itu kaget, dan berkata, ‘tidak mungkin, semuanya sudah tersebar dan ditiup angin, sangat sulit untuk mengambil kembali’. Pak pendeta tersenyum dan berkata, ‘begitulah perkataan yang sudah engkau katakan tentang tetanggamu itu, sudah tidak mungkin lagi ditarik kembali’.

Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, kita harus menjaga lidah kita. Kita harus menjaga perkataan yang keluar dari mulut kita, jangan sampai kita menjadi penggosip yang nantinya malah akan merusak kehidupan orang lain.

Agar terhindar dari perkataan yang mengarah kepada gosip, maka kita harus belajar untuk menggunakan lidah kita dengan baik.

Efesus 4:29 menuliskan “janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia”.

Ibu-ibu, sudah sering kita dengar kalau perempuan itu identik dengan banyak bicara. Dan soal gosip, pasti perempuan yang disalahkan, padahal para laki-laki juga suka bergosip, hanya saja yang mereka bicarakan berbeda topiknya dengan kita. Iya khan?

Hanya karena perempuan lebih banyak berbicara dibandingkan dengan laki-laki, maka perempuan identik dengan yang namanya gosip. Dan yang namanya bergosip, pasti membicarakan kejelekan orang lain, dan itu merugikan orang yang digosipkan.
Tapi Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus meminta agar jemaat bisa menjaga setiap perkataan yang keluar dari mulut mereka.
 
Seorang pendeta baru saja memasang gigi palsu. Minggu pertama, dia hanya berkhotbah 10 menit. Minggu kedua, dia berkhotbah hanya 20 menit. Namun pada minggu ketiga, ia berkhotbah 1 jam 25 menit.
Ketika beberapa jemaat menanyakan hal ini kepadanya, ia menjawab, “Minggu pertama, gusi saya begitu sakit untuk berbicara. Minggu kedua, gigi palsu saya cukup menyakiti saya. Minggu ketiga, saya sengaja mengambil gigi palsu istri saya...dan saya tidak bisa berhenti bicara!”

Ibu-ibu, biarlah kita menggunakan ‘karunia’ berbicara kita dengan baik, sesuai dengan firman Tuhan. Yaitu mengeluarkan kata-kata yang membangun dan menghibur orang lain, dan bukannya menggosipkan dan membicarakan keburukan orang lain.

Tiga hal yang kita pelajari malam ini untuk mencegah kita supaya tidak menjadi penggosip:
1.    Jangan pernah membicarakan orang lain, lebih baik bicarakan tentang diri sendiri.
2.    Berusaha untuk mengekang setiap perkataan yang keluar dari mulut kita.
3.    Mengeluarkan perkataan yang membangun dan menghibur orang lain.