Senin, 05 Desember 2011

berkat Tuhan...

BERKAT TUHAN ATAU SUSAH PAYAH
AMSAL 10:22

Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya. (ITB)
The blessing of the LORD makes one rich, and He adds no sorrow with it. (NKJV) – berkat TUHANlah yang membuat seseorang menjadi kaya, dan Dia tidak menambahkan kesedihan dengan kekayaan itu


Saudara, saya membaca di surat kabar Kompas, Minggu, 17 Juli 2011, tentang seorang perempuan muda yang berhasil di Singapura. Perempuan ini adalah orang Indonesia, yang karena kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998, akhirnya mengungsi ke Singapura dan mulai kuliah disana. Yang menarik adalah berita yang ditulis dalam koran tersebut, yang mengatakan kalau Merry Riana, adalah seorang miliarder muda di Singapura, dengan penghasilan + 1 juta dolar Singapura (sekitar 7 miliar rupiah), padahal waktu itu ia masih berusia 26 tahun. Disana ditulis, “dengan mimpi, semangat, dan kerja keras, ia menjadi miliarder di usia muda’.

Koran Kompas juga menuliskan kisah mengenai seorang TKI yang bernama Sarmini, yang menjadi sarjana di Malaysia. Di Kompas hari Senin, 18 Juli 2011, tertulis, “berkat tekad, semangat, rajin belajar di sela-sela kerja keras di rumah majikannya, dan ketekunannya, ia (Sarmini) pulang dari Malaysia dengan menggondol gelar sarjana muda. Kini ia ditawari bekerja di pemerintahan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Ketika membaca kedua berita itu, spontan saya langsung berkata dalam hati, ‘wuih beruntung sekali mereka berdua’. Banyak yang susah payah sekolah ke luar negeri, ketika selesai kuliah pun tidak bisa menjadi miliarder, bahkan mendapatkan pekerjaan saja susah. Atau tentang TKI itu, bukannya banyak diberitakan hidup TKI yang susah dan dianiaya? Tapi ternyata dia malah bisa mendapatkan gelar sarjana muda di Malaysia. Benar-benar beruntung. Hoki.

Tapi saya kemudian berpikir lagi, di Kristen kan tidak ada hoki atau kebetulan. Ini pasti anugerah dan berkat Tuhan. Karena mereka bekerja keras dan tekun serta semangat dalam mencapai mimpi/cita-cita mereka, maka Tuhan memberkati usaha dan ketekunan mereka, sehingga mereka berhasil.
Tapi ada tidak, orang yang sudah bekerja keras dari pagi sampai malam, sampai ketemu pagi lagi, tapi tidak mendapatkan kesuksesan seperti dua perempuan tadi? Ada. Dan banyak. Banyak orang yang sudah kerja mati-matian, tapi untuk makan sehari 3x aja tidak bisa. Banyak orang yang sudah kerja keras, tetap aja tidak bisa membayar uang sekolah. Banyak orang yang sudah setengah mati kerja, tetap aja tidak bisa membeli rumah sendiri, dan masih harus ngontrak, atau tinggal di rumah mertua (kalau yang sudah menikah).

Apa itu berarti Tuhan tidak memberkati usaha orang-orang yang berjerih lelah? Apa itu berarti Tuhan pilih kasih? Sebenanya apa sih ukuran seseorang itu diberkati Tuhan atau tidak?

Mari kita membuka Amsal 10:22, kita akan membacanya secara bersama-sama.   

Ayat ini mengatakan berkat TUHANlah yang menjadikan kaya. Berarti semua orang yang kaya, adalah orang yang diberkati oleh TUHAN. Berarti kekayaan yang dimiliki oleh seseorang merupakan berkat dari TUHAN dan bukan karena kerja keras atau usaha mereka?
Wah kalau saya bilang begini, mungkin ada diantara kita yang bilang, ‘enak aja neh Maria ngomong, mana mungkin kekayaan datang begitu saja, pasti harus tetap ada usaha dong, emangnya kalau saya makan-tidur aja, saya bisa kaya? Tidak, saya harus kerja keras untuk memiliki kekayaan saya ini’.

Saya setuju dengan pemikiran itu. Memang tidak ada kekayaan yang langsung turun dari langit. Tetap harus ada usaha dan kerja keras dari kita. Namun satu hal yang jangan sampai kita lupakan, sekuat apapun kita kerja keras, sebesar apapun kita banting tulang, tapi kalau Tuhan tidak memberkatinya, maka semua itu sia-sia.

Jadi apa yang harus dilakukan? Yah seperti slogan yang biasa kita dengar, ORA ET LABORA, berdoa sambil bekerja. Tidak melupakan Tuhan dalam pekerjaan kita, karena tetap ‘berkat TUHANlah yang menjadikan kaya’.

·         Seorang dokter sedang memeriksa seorang pasien pria yang terbaring lemas di meja operasi. Setelah beberapa saat, sang dokter berkata kepada istri pria tersebut, ‘maaf bu, dengan berat hati saya ingin memberitahukan bahwa suami ibu sudah meninggal. Kami sudah berusaha, tolong ibu sabar dan tabah yah’. Suasana menjadi hening. Tiba-tiba, terdengar suara lemah dari atas meja operasi, ‘tidak, saya masih hidup’. Istrinya menepuk pelan tangan suaminya itu dan berkata, ‘huss, dokter kan lebih tahu daripada kamu’.

Saudara, istri itu lebih percaya diagnosis dokter yang mengatakan suaminya sudah mati, dan tidak mempercayai suaminya sendiri yang jelas-jelas masih hidup. Dengan menganggap kekayaan, adalah hasil usaha kita sendiri, dan mengabaikan pertolongan Tuhan, itu sama seperti istri yang menolak kenyataan bahwa suaminya masih hidup.
Saudara, kekayaan yang kita miliki adalah berkat dari Tuhan, dan Tuhan meminta tanggung jawab kita dalam mengelola dan memakai kekayaan tersebut.

Yang kedua, ‘susah payah tidak akan menambahinya’. Apa maksud bagian ini? Apakah ini berarti kita tidak usah bersusah payah, tokh itu tidak akan menambahkan kekayaan kita?
Kalau saya membandingkan dengan tafsiran lain, bagian ini menggambarkan mengenai TUHAN yang tidak menambahkan kesedihan dengan kekayaan itu (the blessing of the LORD makes one rich, and He adds no sorrow  with it).
Berkat Tuhanlah yang membuat seseorang menjadi kaya, dan Dia tidak menambahkan kesedihan dengan kekayaan itu.
Apa maksudnya?

Saudara, tidak semua kekayaan itu membawa sukacita atau damai sejahtera. Ada banyak orang kaya yang malah hidupnya tidak bahagia. Malah banyak orang kaya dan terkenal yang mati bunuh diri, misalnya saja beberapa artis korea yang sedang naik daun.
Tapi kebanyakan orang ingin kaya, benar kan? “Ya iyalah, yang pasti lebih enak kaya dong dibandingkan miskin”. Jadi orang kaya kan bisa beli semua yang diingini, bisa dihargai di masyarakat, di gereja juga, bisa jalan-jalan ke luar negeri, dll. Saya dulu juga sempat berpikir begitu, tapi kemudian saya tahu bahwa yang menjadi sumber kebahagiaan dan sukacita bukanlah kekayaan.
Kekayaan adalah salah satu berkat Tuhan, tapi yang lebih penting adalah sukacita dalam ‘menghabiskan’ berkat Tuhan itu. Amsal 10:22 ini menuliskan bahwa yang namanya kekayaan yang berasal dari berkat Tuhan itu tidak akan menimbulkan kesedihan.
Berarti ada kekayaan yang menimbulkan kesedihan atau kesengsaraan? Iya, ada. Yaitu kekayaan yang dihasilkan dari jalan yang tidak benar. Misalnya saja kekayaan yang dicapai dengan cara memuja setan. Biasanya ada yang harus ditukar, entah sakit penyakit, atau kematian anak/saudara, entah hati yang tidak damai, dll. Itu adalah kekayaan yang didapat bukan karena berkat dari Tuhan.

Berkat TUHANlah yang membuat seseorang menjadi kaya, dan Dia tidak menambahkan kesedihan dengan kekayaan itu.
Kekayaan yang berasal dari Tuhan tentunya akan membawa sukacita dan damai sejahtera.

Lalu bagaimana dengan yang tidak kaya, apakah itu artinya tidak diberkati oleh Tuhan?
Saudara, berkat Tuhan tidak hanya berupa kekayaan saja. Tapi kesehatan, itu juga adalah berkat Tuhan. Bisa bernafas tanpa memakai tabung oksigen, itu adalah berkat Tuhan. Kehidupan keluarga yang damai, itu juga adalah berkat Tuhan. Kepintaran, relasi yang baik dengan sesama, itu juga adalah berkat Tuhan.

Jangan pernah mengukur berkat Tuhan hanya dari kekayaan saja, karena ada yang lebih besar daripada kekayaan, yaitu damai sejahtera di dalam Tuhan, kehidupan kerohanian yang bertumbuh dalam Tuhan, dan kekayaan yang terpenting adalah keselamatan di dalam Kristus Yesus.


   
  

celakalah kamui...

Amos 6:1-14
Selamat pagi Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi oleh Tuhan.
Hari ini kita akan merenungkan firman Tuhan dari Amos 6:1-14. Kita akan membaca secara bergantian. Program Indonesia akan membaca ayat 1, program Mandarin akan membaca ayat 2, demikian seterusnya sampai dengan ayat 14.
Saudara, ketika membaca bagian ini, saya teringat dengan film India. Biasanya dalam film-film India, ada tuan tanah yang namanya itu Tuan Takur. Digambarkan tuan Takur adalah orang yang sangat kaya, tapi tamak n cenderung menginjak orang yang lemah. Dia bisa melakukan apa saja untuk menambah kekayaannya, atau untuk mendapatkan apa yang dia ingini.
Dalam kitab Amos, digambarkan juga keadaan Israel yang penuh dengan ketidakadilan dan penindasan kepada kaum yang lemah. Itulah sebabnya Amos dipanggil, untuk menyampaikan nubuat tentang bangsa-bangsa, dan terutama untuk kaum Israel. Karena berita yang disampaikannya itulah maka Amos, seorang peternak domba dari Tekoa, yang tidak pernah sekolah nabi, diusir dari Israel dan disuruh pergi ke tanah Yehuda oleh imam Amazia.
Mengapa Amos diusir? Karena Amos menubuatkan sesuatu yang buruk tentang Israel. Apa sebenarnya yang dinubuatkan oleh Amos?
Mari kita melihat ayat 1.
Disana dituliskan “celaka atas orang-orang yang merasa aman.....merasa tenteram....orang-orang terkemuka.....dan orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang.
Celaka buat orang seperti itu. Berarti kalau mereka tidak merasa aman, mereka tidak akan celaka? Atau kalau mereka tidak berada di Sion, atau di gunung Samaria, atau bukan dari bangsa yang utama, mereka juga tidak akan celaka?
 Ternyata bukan itu. Bukan masalah tempatnya, atau merasa aman-tenteramnya. Tapi apa yang telah mereka lakukan itulah yang membuat celaka.
Ayat 3-6 menuliskan tentang ‘kejahatan’ yang dilakukan oleh orang Israel, tepatnya oleh pemimpin kaum Israel. Mereka memerintah dengan kekerasan, memuaskan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain, dan tidak peduli kepada bangsanya sendiri. Yang dicari adalah kepuasan diri sendiri, kesenangan diri sendiri. AASYLBA, Asalkan Aku Senang Yang Lain Bodo Amat.
Inilah yang menjadikan mereka celaka, dan itulah sebabnya mereka harus dihukum. Mereka akan pergi sebagai orang buangan di kepala barisan (ay. 7).
Aduh, kok begitu saja dihukum seh? Saudara, kalau kita baca pasal sebelumnya, disana dengan jelas dikatakan bahwa Tuhan sudah melakukan berbagai cara untuk menyadarkan mereka. Melalui kelaparan, kekeringan, penyakit, bahkan kehancuran (lihat 4:6-13). Tapi ternyata mereka tidak mau berbalik kepada Tuhan. Mereka menutup telinga mereka dari suara Tuhan, mereka menutup mata mereka melihat kesulitan sebangsanya, dan mereka hanya membuka perut mereka untuk memuaskan nafsu mereka sendiri.
·        Suatu hari ada seorang mama yang mendapati anaknya sedang mencuri kue yang sedang dibuatnya. Sebagai mama yang baik, ia bertanya kepada anaknya. “Sayang, kenapa kamu mencuri? Bukankah kamu tahu kalau Tuhan itu ada dimana-mana?”, kata sang mama. Anak itu hanya mengangguk. Mama pun bertanya lagi, “kamu tahu kalau Tuhan juga ada di dapur, mengawasi kamu ketika kamu mengambil kue itu?”. Kembali anaknya hanya mengangguk. Lalu mama pun bertanya, “kira-kira, apa yang dikatakan Tuhan ketika melihat kamu mencuri?”. Anak itu terdiam sebentar, memandang mamanya, dan dengan polos berkata, “Tuhan bilang, disini hanya ada kita berdua, ayo ambillah kue itu dua”.

Saudara, anak itu berusaha menyakinkan mamanya bahwa Tuhan mengijinkan perbuatannya. Bukankah itu yang dilakukan oleh bangsa Israel di jaman Amos? Mereka melakukan kejahatan tapi tetap memberikan persembahan kepada Tuhan dengan anggapan Tuhan suka akan persembahan mereka. Tetapi ternyata tidak (lihat 5:21-23).
Saudara, berapa banyak diantara kita yang hanya sibuk memuaskan diri sendiri, dan melakukan penindasan kepada orang yang lemah? Berapa banyak diantara kita yang menjadikan firman Tuhan sebagai tameng untuk mendapatkan apa yang kita ingini?
Tuhan sangat sayang kepada kita, dan ketika ada perbuatan kita yang tidak menyenangkan-Nya, maka Ia pasti akan memberitahu kita. Kalau kita tidak lagi peka akan suara Tuhan, saudara, berhati-hatilah, berhati-hatilah kalau kita tidak lagi mau ditegur oleh Tuhan.
Jangan sampai kita dibuang, karena kita berjalan menurut kehendak kita sendiri saja.

Bukan masalah tempat atau rasa aman, yang membuat pemimpin Israel akan mengalami hukuman, tapi apa yang mereka lakukan. Kejahatan merekalah yang membuat Tuhan murka dan akan membuang mereka.

Selanjutnya mari kita melihat ayat 12.

Disana dituliskan, “berlarilah kuda-kuda diatas bukit batu, atau dibajak orangkah laut dengan lembu?”.

Ini adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh orang yang waras. Bukan masalah efektif atau efisiennya. Tapi ini suatu hal yang tidak benar.

Orang yang punya kuda, pasti tidak akan membiarkan kudanya berlarian di bukit batu, sekalipun kuda pakai sepatu, tapi tetap bebatuan akan melukai kakinya. Sama dengan lembu, tidak mungkin laut itu dibajak dengan lembu. Yang ada malah tenggelam, moooooohhhh.
Berarti kalau ada orang yang membiarkan kuda atau lembunya melakukan hal seperti itu, mungkin orang itu ‘oon, atau ‘99’, atau malah tidak sayang kepada kuda atau lembunya. Tapi kemungkinan terakhir itu sangat kecil, yang paling besar adalah orang yang melakukannya itu ‘oon.

Namun saudara, ayat selanjutnya mengatakan kalau “sungguh, kamu telah mengubah keadilan menjadi racun dan hasil kebenaran menjadi ipuh!”

Mereka bukan saja melakukan kekerasan, penindasan, tapi mereka mengubah keadilan dan kebenaran menjadi kepahitan. Inilah kejahatan Israel yang selanjutnya.

Tidak puas dengan menindas orang lemah. Tidak puas dengan memakan habis milik orang lemah. Mereka juga mengubah, atau memutarbalikkan kebenaran dan keadilan. Untuk apa mereka lakukan itu? Tetap untuk pemuasan diri mereka sendiri. Untuk kesenangan diri sendiri.

Mereka bukannya tidak tahu kebenaran. Tapi mereka tidak mau melakukan kebenaran. Atau mereka malah sok tahu, menganggap kebenaran adalah apa yang mereka lakukan dan pikirkan, bukan apa yang Tuhan pikirkan.
Ayat 14 dikatakan, “Tuhan akan membangkitkan suatu bangsa untuk melawan bangsa Israel, dan mereka akan menindas kamu”. Ada penghukuman Tuhan yang diberikan.

·        Ada seorang guru yang pada hari itu sedang berulangtahun. Biasanya, di tahun-tahun yang lalu, anak-anak muridnya akan membawakan kado sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua muridnya itu. Maka ketika sang guru menerima kado dari Susi, ia bisa menebak kalau kadonya adalah sebuah buku, karena ayah Susi memiliki toko buku. “aha, miss tahu kamu memberikan miss hadiah buku kan?”, kata guru itu. “iya, benar, kok miss bisa tahu seh?”, kata Susi. “Miss kan selalu tahu”, katanya. Lalu kepada Tomi, guru itu berkata, “nah, kamu pasti memberikan miss baju yah?” (ayah Tomi punya toko baju). “betul miss, kok miss tahu seh?” “Miss kan selalu tahu”. Demikian seterusnya, sampai giliran Bobby. Karena orangtua Bobby ini punya toko minuman, apalagi kertas pembungkusnya basah, maka sang guru berkata kepada Bobby, “aha, pasti kamu membawakan miss sirup yah?” “Bukan”, kata Bobby. “Ehm, kalau begitu, lemon?”. Bobby menggelengkan kepalanya. Tangan miss basah, lalu dia menjilat salah satu jarinya, tapi tetap tidak bisa menebak. “Markisa asli?”. Bobby menjawab, “bukan, saya membawakan miss seekor anak anjing”.  

Saudara, kebenaran bukanlah apa yang kita rasakan, atau yang kita inginkan atau apa yang kita pikirkan. Kebenaran adalah kebenaran, dan tolok ukur kebenaran kita adalah firman Tuhan. Alkitab inilah yang menjadi ukuran sesuatu yang kita lakukan itu benar ataukah tidak.

Perbuatan kita itu benar atau tidak, tidak diukur dari kesenangan yang kita dapatkan. Keuntungan yang kita terima, atau pujian yang kita harapkan.

Orang Israel, yang melakukan kekerasan, penindasan, dan mengubah kebenaran dan keadilan menajdi racun, pada akhirnya akan mendapatkan hukuman dari Allah.
Yang menindas, pada akhirnya akan ditindas juga. Yang memerintah dengan kekerasan, akhirnya akan dihancurkan dan diperintah dengan kekerasan juga. Hukum tabur-tuai berlaku disini.

Saudara, menindas dan ditindas, pasti akan kita temui dalam kehidupan kita. Homo homini lupus, mau tidak mau terjadi juga. Lalu bagaimana respon kita menghadapi hal itu?
Bukan masalah tempat atau situasi yang kita hadapi, tapi bagaimana kita bisa meresponi apa yang terjadi dan apa yang kita alami, sesuai dengan terang firman Tuhan.
Oleh karena itu, pekalah dengan suara Tuhan, lembutkan hati untuk mau ditegur oleh Tuhan, dan peliharalah hubungan pribadi dengan Tuhan.

Mari kita berdoa. Amin.  

pesimistis


PESIMISTIS
1 Raja 17:7-24

Selamat malam ibu-ibu yang terkasih.
Malam ini kita akan sama-sama merenungkan firman Tuhan dengan tema : PESIMISTIS.
Sebelumnya, mari kita berdoa.
Amin.

Ibu-ibu, saya membawa gelas yang berisi air di tangan saya ini. Nah, saya mau bertanya, menurut ibu-ibu, isi gelas ini bagaimana?
Kalau jawabnya separuh penuh, itu tipe orang optimis. Tapi kalo bilang separuh kosong, nah itu baru tipe orang pesimis.
Orang-orang pesimis selalu melihat yang kosong daripada yang isi, maksudnya selalu lihat resiko dulu baru lihat kesempatan atau keuntungannya.
Pesimistis adalah suatu sikap atau keadaan pikiran dimana seseorang itu selalu berpandangan/berpikiran negatif, mudah putus asa, hidupnya selalu khawatir kalah/rugi/celaka/dll.
(Pesimisme berasal dari bahasa Latin : Pessimus = terburuk)

Malam ini kita akan mencoba melihat satu contoh perempuan yang berhasil melepaskan diri dari sikap pesimisnya. Seorang janda yang pesimis tapi kemudian berhasil mengalahkan pesimisme-nya.

Mari kita membuka 1 Raja 17:7-24.
Kita baca secara bergantian.  
Ayat 1-6 menuliskan bagaimana Elia berada di tepi Sungai Kerit dan dipelihara oleh Allah melalui burung gagak yang membawa roti dan daging dua kali sehari.
Namun kemudian setelah sungai itu menjadi kering, Elia pun diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat dan disana sudah disiapkan Tuhan seorang janda untuk menyediakan makanannya (ay. 7-8).

Sekarang kita melihat dua sikap pesimistis dari si janda itu:

 1. Ayat 12 — pesimis dalam memenuhi kebutuhan hidup
Si janda mengatakan kalau ’aku sudah tidak punya roti sama sekali, yang ada cuma segenggam tepung dan sedikit minyak. Aku memang mau mengolahnya untuk dimakan, tapi setelah makan, aku dan anakku akan mati”.
Inilah sikap pesimis itu. Seperti air yang ada dalam gelas tadi. Yang dilihat adalah yang kosong, tapi bukan yang masih ada isinya.
Selalu khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Kalau sehari ga bisa dapat cuan 1 jt, dianggap belum dapat untung,, ‘bisa ga yah bayar pinjeman bank’, ‘bisa ga yah kirim uang kuliah anak di bandung’.
Ada banyak kekhawatiran.
* ada seorang ibu, yang punya lima anak, tiba-tiba suaminya sakit, stroke, ga bisa buat apa-apa, padahal anak-anaknya masih kecil,, yang besar saja baru kelas 3 SMP. Tapi saya salut dengan ibu ini, dia mau bekerja keras. Dia kerja ke Jakarta dengan membawa anak bungsunya yang masih bayi, dan bekerja disana. Melihat kesulitan mamanya, anaknya yang paling besar pun berhenti dari sekolahnya dan mulai melamar pekerjaan. Setiap hari Minggu, si Ibu berangkat dari Jakarta jam 4 pagi, supaya bisa ke gereja jam 7 pagi. Pulang dari gereja jam 10pagi, ibu ini kembali ke Jakarta.
Begitu besar perjuangan dari Ibu ini, sehingga sekarang anak-anaknya menjadi anak-anak yang berhasil. Tiga orang kuliah, bahkan yang satu sudah mengambil S2.
Ibu-ibu, sebagai seorang yang sudah ditetapkan Tuhan sebagai penolong laki-laki, kita harus hidup dengan optimis, ada semangat, ada harapan.
Kelihatannya aja laki-laki itu kuat, tapi sebenarnya tanpa ada wanita yang menopang, laki-laki tidak akan kuat. Buktinya? Perempuan tahan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya tidak ada, tapi jarang sekali ada laki-laki yang tahan. Itu sudah saya lihat di beberapa tempat.
· Ibu janda ini pesimis dalam melihat kebutuhan hidup yang mungkin tidak dapat dia penuhi, tapi kemudian ketika Elia datang dan mengatakan dalam ayat 13, ‘janganlah takut...., ‘, janda ini berusaha taat. Dan akhirnya, ayat 16 mengatakan, ’tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang’.

 2. Ayat 18 — pesimis dalam hal takut kehilangan
My son = anak laki-lakiku.
Anaknya cuma ada satu, n ternyata malah sakit parah dan hampir mati. Dan ibu janda ini mengatakan, ‘oh engkau nabi Allah, apa maksud mu datang kemari, apa mau menyebabkan anakku mati’.
Coba bayangkan, padahal dalam bagian sebelumnya, janda ini sudah siap untuk mati, dia dan anaknya itu. Tapi ternyata setelah kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh Allah melalui Elia, janda ini takut kehilangan anaknya.
Dia pesimis, takut kehilangan.
Kalau kita tidak pernah memiliki sesuatu, kita tidak akan pernah takut kehilangan, karena tidak ada sesuatu yang kita miliki. Tapi berbeda kalau kita sudah memiliki sesuatu, kita pasti tidak mau kehilangan. Benar khan?
· saya teringat dengan retreat remaja kemarin, ada satu sesi dimana Pdt. Handoko melakukan yang namanya calling, siapa yang mau mengakui dosanya, dsb. n semua anak-anak maju dan berlutut. Semua. Setelah semua selesai, saya menantang mereka untuk mau dan berani ga meminta maaf kepada orangtua atas kesalahan selama ini, selalu membuat sedih orangtua. Banyak diantara mereka ga mau, dengan alasan, ‘malu ci’, atau ‘ah, pasti nanti si mami tanya kamu kenapa’, dan banyak alasan lainnya. Mereka ga siap mendapat respon yang ga bagus dari papi-mami mereka sendiri. Mereka ga siap kehilangan. Bukannya selama ini ga usah minta maaf, tetap aja keadaan baik-baik aja?
· Si janda ini hanya punya satu anak laki-laki, dia siap mati bersama, tapi ga siap kalau hanya anaknya saja yang mati. Ayat 19 Elia mengatakan kepadanya, ‘berikanlah anakmu itu kepadaku’, kemudian Elia berdoa bla..bla..bla.. Sampai ayat ke 23, anak itu sembuh dan hidup.
Baru kemudian janda ini pun punya respon yang positif, ayat 24: ‘sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kau ucapkan itu adalah benar’.

Ibu-ibu, saat ini mungkin ada banyak masalah yang dihadapi dalam keluarga, menghadapi suami, anak, belum lagi melihat kebutuhan rumah tangga, hal itu membuat ibu-ibu bersikap pesimis, khawatir, pikiran negatif. Itu wajar, tapi jangan sampai berlebihan.

Belajar dari janda ini, bawa semua kekhawatiran dan sikap pesimis itu kepada Tuhan, percaya dan beriman, maka ada pengharapan yang Dia sediakan. Amin.



Selasa, 14 Juni 2011

Kerasnya Perkataan Yesus


Kenapa dikatakan perkataan Yesus keras? 
Karena Yesus mengatakan yang sebenarnya dan tanpa basa-basi dan langsung menusuk.

Perkataan Yesus yang seperti apa yang keras itu?
1.      Ay. 26
Yesus melihat ke dalam hati mereka, apa yang sebenarnya mereka cari, atau alasan mereka mengikuti Yesus.
Bukan karena percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, tapi semata karena berharap Yesus melakukan mukjizat 5 roti dan 2 ikan lagi.
Jadi yang dicari mereka adalah berkat, bukan Pemberi berkat.
Yang dicari adalah makanan jasmani, bukan makanan rohani.

2.       Ay. 31, 35
Yesus memberi tahu kebenaran, tapi mereka lebih menyukai kebenaran mereka sendiri.
Musalah nabi besar mereka.
Disini semakin dibukakan pendapat mereka bahwa dalam pendangan mereka, Yesus hanyalah anak Yusuf, si tukang kayu dari Nazaret.

3.       Ay. 52
Perkataan Yesus tidak dapat diterima oleh orang-orang yang mengeraskan hatinya sendiri dan hanya memakai logika, orang-orang yang tidak mendapat karunia pengenalan akan Dia.
Yesus yang mengatakan bahwa Dialah Roti Hidup, ternyata malah membuat orang-orang yang semula mengikuti-Nya menjadi berbalik dan pulang.

Fokus
-          Ay. 60, 61b, 68, 70
Perkataan ini keras/sulit, siapa yang sanggup mendengarkannya/mengerti?
Adakah perkataan itu menggoncangkan iman Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?
Bukankan Aku sendiri yang telah memilih kamu

-          Perkataan Yesus memang keras dan sulit dimengerti oleh orang-orang kebanyakan.
Tapi bagi mereka yang telah dipilih oleh Yesus sendiri, perkataan itu tidaklah keras, dan tidak bermaksud untuk menggoyahkan iman mereka, hanya supaya mereka tetap teguh dan kuat dan percaya kepada Dia, Yang Kudus dari Allah

-          Biarlah seperti Petrus, ketika kita mendengar kata-kata yang keras atau mungkin melemahkan kita, kita tetap datang pada Yesus dan berkata: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Kami percaya Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.

Yesus:
1.       Berani mengajarkan kebenaran (ay. 60)
2.       Peka melihat sikon/raut wajah pendengar-Nya (ay. 61)
3.       Tahu foreknowledge n forthknowledge (ay. 64)
4.       Tidak memaksa orang untuk mengikuti Dia (ay. 66)

Ketaatan Hamba Tuhan



Selamat pagi Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi oleh Tuhan.

Pagi ini kita akan merenungkan firman Tuhan dari Yehezkiel 12:1-28, tapi kita hanya akan membaca ayat 8-16 saja. Mari kita membacanya secara bergantian.

Setelah mendapatkan penglihatannya ketika ia berada di Sungai Kebar, Yehezkiel menceritakan penglihatannya itu kepada orang-orang di pembuangan (11:25).
Pada pasal 12 ini, Tuhan kembali berfirman kepada Yehezkiel (12:1-2). Yehezkiel dijadikan oleh Tuhan sebagai lambang bagi kaum Israel (ay. 6b).
Tindakan yang dilakukan oleh Yehezkiel ini menggambarkan keadaan kaum Israel yang tinggal di Yerusalem; dan juga mengenai Zedekia, raja Israel, yang nantinya akan menutupi mukanya ketika keluar sebagai orang buangan. Raja itu akan mati disana, dia akan ditangkap dan dibawa ke Babel, tanah orang Kasdim (ay 11-13).

Tujuan Tuhan melakukan ini, agar kaum Israel tahu kalau ‘Akulah Tuhan’ (ay. 16). Tuhan melakukan itu supaya Israel bisa bertobat dan mengakui dirinya sebagai kaum pemberontak (ay. 3b), yang punya mata tapi tidak melihat dan punya telinga tapi tidak mendengar (ay. 2), sehingga mereka bisa datang mengakui dosa mereka kepada Tuhan, sehingga akhirnya mereka kembali kepada Tuhan dan mengakui bahwa ‘sungguh Engkau adalah Tuhan’.

Tuhan itu penuh dengan kasih, sehingga dalam penghukuman yang diberikan-Nya pun, Ia menginginkan adanya pertobatan dan ingin agar orang yang ‘dihukum-Nya’ tahu bahwa Dia adalah Tuhan. Itu sebabnya kita harus membuka mata dan telinga kita, agar mau ditegur oleh Tuhan, agar mau diubahkan oleh Tuhan, dan hidup kita boleh memuliakan nama-Nya.

Itu sekilas gambaran mengenai pasal 12 ini. Nah, pada pagi ini kita mau belajar dari Yehezkiel, seorang hamba Tuhan. Apa saja yang dilakukan oleh Yehezkiel sebagai hamba Tuhan? 

1.       Melakukan sesuai yang diperintahkan oleh Tuhan – ketaatan (ay. 7)
Tepat seperti yang disuruh oleh Tuhan, dilakukan oleh Yehezkiel.
Dia disuruh menyediakan barang-barang seorang buangan, berjalan pada siang hari seperti seorang buangan, pergi dari tempatnya sekarang ke tempat lain seperti seorang buangan, membuat sebuah lobang di tembok dan keluar dari situ, menaruh barang-barang diatas bahu dan keluar saat malam gelap, dan menutupi muka sehingga tidak bisa melihat tanah (ay. 3-6).
Dia disuruh makan minum dengan gemetar, disuruh mengatakan apa yang dikatakan oleh Tuhan kepada kaum Israel (ay. 18).
Semuanya dilakukannya tepat seperti yang diperintahkan oleh Tuhan.
Semuanya dilakukan, karena dia taat, menyadari dirinya adalah nabi/hamba Allah.

·         Ada teman pelayanan saya yang sedang pelayanan di Kamboja, selesai pelayanan, sebelum pulang ke Indonesia, dia mampir dulu ke Singapura. Waktu di Singapura, uangnya sudah menipis, karena dia pelayanan pakai uang pribadi. Jadi dia berhati-hati sekali pakai uang, supaya bisa beli tiket pesawat ke Indonesia. Di Singapura, ada seorang ibu yang memberikan dia amplop berisi uang, teman saya ini bersyukur karena Tuhan memakai si ibu sebagai saluran berkat. Ketika sedang berdoa mengucap syukur, dia merasa Tuhan menyuruhnya memberikan semua uang itu kepada seseorang. Terjadi pergumulan hebat, tapi akhirnya dia belajar untuk taat. Tahu apa yang terjadi? Beberapa hari menjelang kepulangannya ke Indonesia, ternyata salah satu sepupunya memberikan amplop dan bilang ini untukmu. Bapak/Ibu/Saudara, jumlahnya dua kali lipat dari amplop yang diterima dari si ibu. Teman saya bilang, bukan masalah isi amplopnya, tapi bagaimana Tuhan telah memeliharanya melalui ketaatan yang dilakukannya.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, biasanya kita taat kalau itu menguntungkan diri sendiri, atau sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tapi apakah kita mau taat kalau itu adalah sesuatu yang sulit dilakukan? Yehezkiel bisa melakukan itu, dia mau taat sekalipun kalau dilihat secara fisik, ketaatannya merugikan dirinya sendiri.

2.       Melakukan dengan maksimal – yang terbaik
Yehezkiel bukan cuma taat, tapi juga maksimal. Dia melakukan apa yang bisa dia lakukan, tanpa berbantah-bantahan, tanpa terpaksa, tanpa menolak, dan siap menerima resikonya.
Sekalipun dia sudah diberitahukan kalau kaum Israel dikatakan sebagai kaum pemberontak, punya mata tapi tidak melihat, punya telinga tapi tidak mendengar; yang artinya apa yang dilakukan oleh Yehezkiel mungkin tidak mempengaruhi pertobatan kaum Israel, Yehezkiel tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dengan maksimal, tidak asal-asalan.

·         Suatu hari dalam suatu acara besar, tim dekor, yang tugasnya mendekorasi ruangan dan membuat tema acara dengan memakai sterofoam, ternyata tidak bisa bekerjasama dengan baik. Mereka saling menyalahkan karena ternyata sudah menjelang hari H, temanya belum ditempel. Akhirnya dengan suasana hati yang tidak enak, beberapa orang menempel sendiri tema itu, yang penting ada dan sudah ditempel, begitu kata mereka. Ketika acara dimulai, tiba-tiba satu persatu huruf mulai berjatuhan, dan Bapak/Ibu/Saudara, tentunya bisa menduga apa yang terjadi selanjutnya? Acara memang bisa berjalan lancar, namun gangguan yang terjadi itu ternyata membuat imej yang kurang baik terhadap penyelenggara dan panitia.

Bapak/Ibu/Saudara, Yehezkiel tetap melakukan yang terbaik, sekalipun dia tahu kecil kemungkinannya dia akan berhasil meyakinkan kaum Israel untuk bertobat. 

3.       Melakukan karena belas kasihan – tidak egois
Yehezkiel melakukan itu untuk keselamatan orang lain, dan bukan untuk dirinya sendiri. Yehezkiel sudah tenang berada di pembuangan, tapi ternyata ia tetap memiliki belas kasihan kepada kaumnya yang masih ada di Yerusalem, yang nantinya akan mendapatkan penghukuman Tuhan karena ketidaktaatan mereka.
Dia tidak melakukan karena mengharapkan upah dari Tuhan atau karena ingin dipuji manusia. Tapi dia melakukannya, karena tahu kaumnya telah mendukakan hati Tuhan dan mereka perlu untuk bertobat.

·         Bapak/Ibu/Saudara tentunya masih ingat akan kisah Yunus. Dia disuruh untuk ke kota Niniwe, tapi dia menolak dan malah ingin pergi ke Tarsis, menghindar jauh, tidak mau dan tidak ingin orang-orang Niniwe itu bertobat. Sekalipun dia akhirnya pergi juga ke Niniwe dan memberitakan kalau ’40 hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan’. Tapi Yunus melakukannya bukan karena belas kasihannya kepada orang-orang Niniwe. Tahu darimana? Buktinya ketika akhirnya orang-orang Niniwe bertobat dan Tuhan tidak jadi menghancurkan kota Niniwe, Yunus menjadi marah kepada Tuhan (Yunus 4).

Yehezkiel taat melakukan firman Tuhan hanya karena ia memiliki belas kasihan kepada kaum Israel. Dia ingin mereka bertobat dan kembali kepada Tuhan. Apakah kita juga memiliki belas kasihan yang sama kepada keluarga kita, saudara kita, teman kita, yang belum percaya kepada Kristus dan masih hidup dalam kegelapan?  

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, tiga hal yang bisa kita pelajari dari Yehezkiel, ketika Tuhan meminta kita melakukan sesuatu, baiklah kita melakukannya tepat seperti yang diperintahkan, dengan memberikan yang terbaik yang bisa kita lakukan, dan atas dasar belas kasihan kepada sesama kita.

Amin. Mari kita berdoa.