Selasa, 14 Juni 2011

Ketaatan Hamba Tuhan



Selamat pagi Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi oleh Tuhan.

Pagi ini kita akan merenungkan firman Tuhan dari Yehezkiel 12:1-28, tapi kita hanya akan membaca ayat 8-16 saja. Mari kita membacanya secara bergantian.

Setelah mendapatkan penglihatannya ketika ia berada di Sungai Kebar, Yehezkiel menceritakan penglihatannya itu kepada orang-orang di pembuangan (11:25).
Pada pasal 12 ini, Tuhan kembali berfirman kepada Yehezkiel (12:1-2). Yehezkiel dijadikan oleh Tuhan sebagai lambang bagi kaum Israel (ay. 6b).
Tindakan yang dilakukan oleh Yehezkiel ini menggambarkan keadaan kaum Israel yang tinggal di Yerusalem; dan juga mengenai Zedekia, raja Israel, yang nantinya akan menutupi mukanya ketika keluar sebagai orang buangan. Raja itu akan mati disana, dia akan ditangkap dan dibawa ke Babel, tanah orang Kasdim (ay 11-13).

Tujuan Tuhan melakukan ini, agar kaum Israel tahu kalau ‘Akulah Tuhan’ (ay. 16). Tuhan melakukan itu supaya Israel bisa bertobat dan mengakui dirinya sebagai kaum pemberontak (ay. 3b), yang punya mata tapi tidak melihat dan punya telinga tapi tidak mendengar (ay. 2), sehingga mereka bisa datang mengakui dosa mereka kepada Tuhan, sehingga akhirnya mereka kembali kepada Tuhan dan mengakui bahwa ‘sungguh Engkau adalah Tuhan’.

Tuhan itu penuh dengan kasih, sehingga dalam penghukuman yang diberikan-Nya pun, Ia menginginkan adanya pertobatan dan ingin agar orang yang ‘dihukum-Nya’ tahu bahwa Dia adalah Tuhan. Itu sebabnya kita harus membuka mata dan telinga kita, agar mau ditegur oleh Tuhan, agar mau diubahkan oleh Tuhan, dan hidup kita boleh memuliakan nama-Nya.

Itu sekilas gambaran mengenai pasal 12 ini. Nah, pada pagi ini kita mau belajar dari Yehezkiel, seorang hamba Tuhan. Apa saja yang dilakukan oleh Yehezkiel sebagai hamba Tuhan? 

1.       Melakukan sesuai yang diperintahkan oleh Tuhan – ketaatan (ay. 7)
Tepat seperti yang disuruh oleh Tuhan, dilakukan oleh Yehezkiel.
Dia disuruh menyediakan barang-barang seorang buangan, berjalan pada siang hari seperti seorang buangan, pergi dari tempatnya sekarang ke tempat lain seperti seorang buangan, membuat sebuah lobang di tembok dan keluar dari situ, menaruh barang-barang diatas bahu dan keluar saat malam gelap, dan menutupi muka sehingga tidak bisa melihat tanah (ay. 3-6).
Dia disuruh makan minum dengan gemetar, disuruh mengatakan apa yang dikatakan oleh Tuhan kepada kaum Israel (ay. 18).
Semuanya dilakukannya tepat seperti yang diperintahkan oleh Tuhan.
Semuanya dilakukan, karena dia taat, menyadari dirinya adalah nabi/hamba Allah.

·         Ada teman pelayanan saya yang sedang pelayanan di Kamboja, selesai pelayanan, sebelum pulang ke Indonesia, dia mampir dulu ke Singapura. Waktu di Singapura, uangnya sudah menipis, karena dia pelayanan pakai uang pribadi. Jadi dia berhati-hati sekali pakai uang, supaya bisa beli tiket pesawat ke Indonesia. Di Singapura, ada seorang ibu yang memberikan dia amplop berisi uang, teman saya ini bersyukur karena Tuhan memakai si ibu sebagai saluran berkat. Ketika sedang berdoa mengucap syukur, dia merasa Tuhan menyuruhnya memberikan semua uang itu kepada seseorang. Terjadi pergumulan hebat, tapi akhirnya dia belajar untuk taat. Tahu apa yang terjadi? Beberapa hari menjelang kepulangannya ke Indonesia, ternyata salah satu sepupunya memberikan amplop dan bilang ini untukmu. Bapak/Ibu/Saudara, jumlahnya dua kali lipat dari amplop yang diterima dari si ibu. Teman saya bilang, bukan masalah isi amplopnya, tapi bagaimana Tuhan telah memeliharanya melalui ketaatan yang dilakukannya.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, biasanya kita taat kalau itu menguntungkan diri sendiri, atau sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tapi apakah kita mau taat kalau itu adalah sesuatu yang sulit dilakukan? Yehezkiel bisa melakukan itu, dia mau taat sekalipun kalau dilihat secara fisik, ketaatannya merugikan dirinya sendiri.

2.       Melakukan dengan maksimal – yang terbaik
Yehezkiel bukan cuma taat, tapi juga maksimal. Dia melakukan apa yang bisa dia lakukan, tanpa berbantah-bantahan, tanpa terpaksa, tanpa menolak, dan siap menerima resikonya.
Sekalipun dia sudah diberitahukan kalau kaum Israel dikatakan sebagai kaum pemberontak, punya mata tapi tidak melihat, punya telinga tapi tidak mendengar; yang artinya apa yang dilakukan oleh Yehezkiel mungkin tidak mempengaruhi pertobatan kaum Israel, Yehezkiel tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dengan maksimal, tidak asal-asalan.

·         Suatu hari dalam suatu acara besar, tim dekor, yang tugasnya mendekorasi ruangan dan membuat tema acara dengan memakai sterofoam, ternyata tidak bisa bekerjasama dengan baik. Mereka saling menyalahkan karena ternyata sudah menjelang hari H, temanya belum ditempel. Akhirnya dengan suasana hati yang tidak enak, beberapa orang menempel sendiri tema itu, yang penting ada dan sudah ditempel, begitu kata mereka. Ketika acara dimulai, tiba-tiba satu persatu huruf mulai berjatuhan, dan Bapak/Ibu/Saudara, tentunya bisa menduga apa yang terjadi selanjutnya? Acara memang bisa berjalan lancar, namun gangguan yang terjadi itu ternyata membuat imej yang kurang baik terhadap penyelenggara dan panitia.

Bapak/Ibu/Saudara, Yehezkiel tetap melakukan yang terbaik, sekalipun dia tahu kecil kemungkinannya dia akan berhasil meyakinkan kaum Israel untuk bertobat. 

3.       Melakukan karena belas kasihan – tidak egois
Yehezkiel melakukan itu untuk keselamatan orang lain, dan bukan untuk dirinya sendiri. Yehezkiel sudah tenang berada di pembuangan, tapi ternyata ia tetap memiliki belas kasihan kepada kaumnya yang masih ada di Yerusalem, yang nantinya akan mendapatkan penghukuman Tuhan karena ketidaktaatan mereka.
Dia tidak melakukan karena mengharapkan upah dari Tuhan atau karena ingin dipuji manusia. Tapi dia melakukannya, karena tahu kaumnya telah mendukakan hati Tuhan dan mereka perlu untuk bertobat.

·         Bapak/Ibu/Saudara tentunya masih ingat akan kisah Yunus. Dia disuruh untuk ke kota Niniwe, tapi dia menolak dan malah ingin pergi ke Tarsis, menghindar jauh, tidak mau dan tidak ingin orang-orang Niniwe itu bertobat. Sekalipun dia akhirnya pergi juga ke Niniwe dan memberitakan kalau ’40 hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan’. Tapi Yunus melakukannya bukan karena belas kasihannya kepada orang-orang Niniwe. Tahu darimana? Buktinya ketika akhirnya orang-orang Niniwe bertobat dan Tuhan tidak jadi menghancurkan kota Niniwe, Yunus menjadi marah kepada Tuhan (Yunus 4).

Yehezkiel taat melakukan firman Tuhan hanya karena ia memiliki belas kasihan kepada kaum Israel. Dia ingin mereka bertobat dan kembali kepada Tuhan. Apakah kita juga memiliki belas kasihan yang sama kepada keluarga kita, saudara kita, teman kita, yang belum percaya kepada Kristus dan masih hidup dalam kegelapan?  

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, tiga hal yang bisa kita pelajari dari Yehezkiel, ketika Tuhan meminta kita melakukan sesuatu, baiklah kita melakukannya tepat seperti yang diperintahkan, dengan memberikan yang terbaik yang bisa kita lakukan, dan atas dasar belas kasihan kepada sesama kita.

Amin. Mari kita berdoa.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar