Selasa, 14 Juni 2011

Ketika Cinta Harus Memilih



Selamat pagi Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan.
Sebelum kita merenungkan FT, mari kita berdoa.
Kita membuka kembali Kejadian 22:1-19

Setelah apa yang dilakukan Tuhan dalam pasal-pasal sebelumnya, dimana Abraham bisa melihat dan percaya akan kuasa yang dimiliki Allah : mengenai Sodom dan Gomora, peperangan melawan raja-raja di Timur, penyertaan Allah di Gerar. Dan tiba waktunya bagi Abraham untuk diuji oleh Allah.

Dalam ujian itu, Abraham disuruh berangkat ke Gunung Moria untuk mempersembahkan Ishak, anaknya satu-satunya, anak yang begitu dikasihi karena lahir di masa tua. Berangkat dari Bersyeba memakan waktu tiga hari.

Saya yakin, hati Abraham pasti sangat sedih ketika mendengar perintah Tuhan itu. Pasti sangat berat baginya untuk memberitahu kepada Sara, istrinya, tentang hal ini. Semalaman, mereka berdua pasti tidak bisa tidur, mereka memikirkan bagaimana caranya supaya jangan Ishak yang harus dikorbankan.

Ishak adalah anak satu-satunya, pewaris Abraham, yang akan melanjutkan garis keturunan Abraham. Oh bagaimana ini, airmata sudah bercucuran, tidak ada jalan keluar.

Ketika cinta harus memilih, Abraham harus memilih, apakah ia mau taat kepada perintah Tuhan ataukah tidak. Abraham dan Sara mencintai Ishak, sangat mencintai Ishak, tapi mereka harus memilih.

Dan mereka memilih tata pada perintah Tuhan. Ayat 3 mencatat akhirnya pagi-pagi, Abraham mengajak kedua bujangnya dan juga Ishak untuk pergi ke Gunung Moria. Lamanya perjalanan yang harus ditempuh 50 mil, tiga hari perjalanan, bisa saja membuat Abraham mengurungkan niatnya untuk mempersembahkan anaknya, namun cintanya pada Tuhan membuat dia lebih taat pada perintah Tuhan dibandingkan dengan perasaannya yang hancur akan nasib Ishak. 

Seorang pemuda diajak ke sebuah tempat berbatu-batu dan Tuhan berfirman padanya untuk mendorong satu batu yang sangat besar. Pemuda ini taat pada perintah Tuhan tersebut. Ia mendorong batu itu sekuat tenaga. Satu tahun, dua tahun, akhirnya ia merasa sedih karena selama dua tahun ia tidak berhasil. Ia mengeluh dengan sedih pada Tuhan karena merasa gagal melakukan perintah Tuhan yang sederhana itu. Tuhan tersenyum dan berkata: “Aku tidak menyuruhmu untuk memindahkan batu itu atau menggesernya, Aku hanya memintamu untuk mendorongnya”.

Perintah Tuhan itu sederhana, tidak susah, kita yang kadangkala membuatnya sulit. Apa perintah Tuhan itu untuk kita? Buka Matius 22:37-39. Abraham sudah melakukan/taat pada perintah Tuhan itu, karena dengan mau mempersembahkan anak yang dikasihinya, Abraham membuktikan bahwa Ia lebih mengasihi Tuhan (ay. 9-10).

Abraham menyadari, kalau ia mempersembahkan Ishak, maka ia tidak akan punya keturunan lagi. Ismael, anaknya yang lahir dari Hagar, sudah diusirnya. Maka tidak mungkin lagi ia bisa punya anak. Garis keturunannya akan lenyap. Abraham dan Sara akan kembali menjadi orang yang menderita. Namun imannya yang besar kepada Tuhan membuat dia bisa berkata kepada Ishak dalam ay. 8, “Allah yang akan menyediakan”. 

Abraham tahu, Allah yang dia sembah adalah Allah yang bisa dipercaya. Ishak adalah berkat / anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya. Ketika cinta harus memilih, Abraham lebih memilih si Pemberi berkat daripada berkat itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar