Selasa, 14 Juni 2011

2B hamba Tuhan


PENDAHULUAN
Selamat pagi saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus. Halabok (bahasa Yali yang artinya adalah Syalom).
Hari ini kita akan sama-sama belajar dari kisah seorang nabi dalam Perjanjian Lama. Saya mengajak kita untuk membuka dan membaca 1Raja-raja 19:1-18. Kita akan membaca secara bergantian, saya dan program Indonesia membaca ayat 1, Yulianty dengan program Mandarin akan membaca ayat 2, demikian seterusnya sampai ayat 18. 

Bagian perikop yang sudah kita baca ini tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita. Kisah mengenai Elia di gunung Horeb, setelah ia berhasil mengalahkan para nabi Baal. Beberapa dari kita mungkin pernah menceritakannya di Sekolah Minggu, atau malah pernah mendengar khotbah dari bagian ini, atau bahkan mungkin sudah pernah mengkhotbahkannya. Namun saya percaya Firman Tuhan itu selalu baru, dan ada sesuatu yang pasti akan kita dapatkan sekalipun sudah sering kali kita baca dan renungkan.

ISI
Ada dua hal yang saya dapatkan ketika saya merenungkan Firman Tuhan ini. Dan saya mau membagikannya buat kita semua. Dua tipe hamba Tuhan, yang saya sebut dengan 2B, yang keduanya ada sekaligus dalam diri Elia, tapi yang harus kita hindari.

1.      Bangga diri
Hamba Tuhan yang pertama adalah hamba Tuhan yang membanggakan diri.
Kita lihat pasal 19:9-10, 13-14. Ketika Tuhan bertanya kepada Elia, “apakah kerjamu disini, hai Elia?”. Elia menjawab, aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, orang Israel meninggalkan perjanjianMu, meruntuhkan mezbah-mezbahMu dan membunuh nabi-nabiMu dengan pedang, hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku. Dua kali Tuhan menanyakan hal yang sama, dan jawaban yang diberikan oleh Elia pun sama.
Benarkah cuma Elia sendiri yang masih hidup? Tidak. Coba lihat pasal 18:13, ketika Obaja, kepala istana Raja Ahab, bertemu dengan dengan Elia, Obaja mengatakan kepada Elia, tidakkah diberitahukan kepada tuanku apa yang telah kulakukan pada waktu Izebel membunuh nabi-nabi TUHAN, bagaimana aku menyembunyikan seratus orang nabi-nabi TUHAN dalam gua?. Saudara, masih ada 100 orang nabi Tuhan yang masih hidup. Dan masih ada Obaja yang dikatakan dalam pasal 18:12akhir yang dari sejak kecil/muda takut akan Tuhan. Belum lagi pasal 19:18, Tuhan sendiri yang mengatakan, ada 7ribu orang di Israel yang tidak menyembah Baal.
Lalu pertanyaannya adalah, kenapa Elia bisa mengatakan bahwa hanya tinggal dia sendiri yang masih hidup? Saudara, kalau kita melihat pelayanan dan setiap mukjizat yang dilakukan oleh Elia (mulai dari pasal 17), saya bisa mengatakan bahwa Elia benar-benar adalah nabi yang dipanggil dan diutus oleh Allah. Setiap mukjizat yang dilakukannya, membuat orang bisa mengatakan bahwa dia adalah abdi Allah (man of God). Dan akhir dari mukjizat yang dilakukannya membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Begitupun dalam pasal 18, ketika Elia berhasil mengalahkan nabi-nabi Baal, maka orang Israel pun bersujud dan mengatakan TUHAN, Dialah Allah (18:39).
Elia bangga akan dirinya. Elia bangga akan pelayanannya. Elia bangga akan setiap mukjizat yang ‘berhasil’ dilakukannya. Elia bangga akan kemampuan dan usahanya dalam meninggikan Allah Israel dan membuat nama Allah dimuliakan. Elia bangga akan semua itu, sehingga dia tidak peduli akan nabi-nabi yang masih hidup. Dia tidak peduli akan orang Israel yang masih percaya kepada Allah. Fokusnya hanya dirinya sendiri dan apa yang telah berhasil ia lakukan.
Aplikasi
Saudara, tanpa kita sadari mungkin kita pun seperti Elia. Ketika kita berhasil didalam pelayanan. Di gereja kita dibutuhkan. Kita bisa main musik, bisa menyanyi dengan suara yang merdu (tidak seperti saya yang suaranya fals), bisa berkhotbah, pintar, kritis, bisa bergaul, pokoknya semua yang wah wah. Kita merasa ‘terpakai’. Dan tanpa kita sadari, potensi kesombongan kita meningkat.
Saudara, kita lupa bahwa itu semua adalah anugerah dari Tuhan. Ketika kita memiliki kepintaran, memiliki banyak karunia/talenta, bisa melayani Tuhan, itu semua adalah anugerah. Bukan karena kemampuan kita, bukan karena usaha kita, tapi cuma karena anugerah. Jangan sampai hanya karena kebanggaan dan kesombongan kita, maka Tuhan akan mengatakan ‘sudah, cukup, tidak usah melayaniKu lagi, Aku akan memilih yang lain untuk menjadi penggantimu’, seperti yang Ia katakan kepada Elia dalam ayat 16, “dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kau urapi menjadi nabi menggantikan engkau”. Saya rasa kita tidak mau itu terjadi bukan? Tentunya sebagian besar dari kita ingin seperti Paulus “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim 4:7).
Saya tertarik akan apa yang Tuhan tunjukkan kepada Elia untuk membuat Elia sadar akan dirinya. Ayat ke 11-12 dikatakan bagaimana ada angin besar dan kuat, yang membelah gunung, memecahkan bukit batu, ada gempa, juga api. Tapi tidak ada Tuhan dalam itu semua. Tuhan ditemui dalam bunyi angin sepoi-sepoi basa/small voice (ay.12).
Saudara, kalau lampu kesombongan kita mulai berkedip-kedip, itu adalah suatu isyarat untuk kita merendahkan hati dan pikiran, berdiam diri, dan membuka telinga kita untuk mendengar suara Tuhan.

2.      Bandingkan diri
Hamba Tuhan yang kedua adalah hamba Tuhan yang suka membandingkan dirinya.
Ayat ke 4, Elia mengatakan “cukuplah itu! Sekarang ya, TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku”.
Saudara, kalau kita perhatikan, tentunya ada sedikit keanehan disini. Coba bayangkan, dalam pasal 18, Elia tidak takut bertemu dengan Ahab padahal dalam ayat 10 dikatakan Ahab menyuruh orang untuk mencari Elia. Nabi Elia pun tidak takut menantang nabi-nabi Baal, bahkan dia menang. Tapi ketika semua kemenangan itu berhasil diraihnya, ketika satu orang utusan Izebel mengatakan’ancaman’ Izebel, Elia menjadi takut. Elia melarikan diri, masuk ke padang gurun, dan berdoa kepada Tuhan. Apa isi doanya? Minta Tuhan mengambil nyawanya.
Saudara, saya berpikir kalau Elia sudah dalam tahap frustrasi. Stress tingkat tinggi. Dia sudah lelah secara fisik ketika melawan para nabi Baal, dan sekarang dia dihadapkan pada Izebel, seorang perempuan, orang yang membuat bangsanya menyembah dewa Baal. Setelah semua pelayanan yang dia lakukan untuk Tuhan, kok sekarang Tuhan tidak menolong dia, melepaskannya dari ancaman Izebel. Dia putus asa, dia hilang harapan, kehilangan keyakinan dirinya, lupa akan semua mukjizat yang Tuhan lakukan dalam pelayanannya. Dia sudah burn out. Tidak bisa berpikir lagi. Hanya satu kesimpulan yang dia dapatkan, aku tidak lebih baik daripada nenek moyangku. Dia mulai membanding-bandingkan dirinya dengan para pendahulunya. Dan kesimpulannya ini membawa dia kepada satu keputusan ‘Tuhan, sudah cukup, ambil sudah nyawaku, untuk apalagi aku hidup, sudahlah, biarkan aku lepas dan bebas dari semua ini’.
Aplikasi
Saudara, pernahkan merasa seperti Elia, berada pada kondisi yang membuat kita merasa semua yang kita lakukan sia-sia belaka. Merasa bahwa aku tidak lebih baik daripada dia. Aku sangat buruk sekali. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah berusaha mati-matian untuk mengerjakan paper, tapi tidak mendapatkan hasil yang terbaik. Aku berusaha bersikap baik kepada orang itu, tapi dia tetap berespon dengan negative. Aku sudah melakukan semua yang aku bisa, tapi orang-orang yang kulayani tidak bertumbuh. Aku sudah berusaha menjadi kakak tingkat yang baik, tetapi adik tingkatku tidak bisa dikasih tahu. Aku sudah berusaha menjadi adik tingkat yang baik, tapi kakak tingkatku tetap mencari-cari kesalahanku. Saudara, pernah mengalami atau merasakannya?
Sudahlah, sekarepmu dewe, EGPMBA (Emang Gue pikirin Masa bodo Ah), gue udah bohwat ngadepin lo. Itu yang biasanya akan terjadi. Atau malah sebaliknya, kita juga bisa kembali mempertanyakan panggilan kita. Benarkah Tuhan Engkau memanggilku ke STTB ini. Apa aku perlu angkat koper dan pergi dari sini? Tuhan, aku sudah cape dengan semua ini, ambillah nyawanya Tuhan, biar hilang sudah si biang kerok itu.
Saudara, ketika kita mulai melihat orang lain, mulai membanding-bandingkan diri kita dengannya. Mulai melihat kelebihan yang dimilikinya dan kekurangan yang banyak pada diri kita, dan kita merasa Tuhan tidak adil. Kita merasa adalah sebuah kesalahan kita berada di asrama yang penuh dengan asmara ini, kita mulai tidak lagi percaya akan penyertaan dan janji Tuhan, maka kita akan merasa stress, putus asa, dan hilang kepercayaan, baik kepada diri sendiri, kepada orang lain, bahkan mungkin kepada STTB sendiri.
Sama seperti Elia yang lupa bahwa yang menyentuh dan menyuruhnya makan adalah malaikat yang diutus Allah, kita juga bisa melupakan bahwa ada Allah yang senantiasa melihat dan beserta kita. Kita lupa bahwa adalah anugerah ketika kita dipilih, dipanggil, dan diperlengkapi untuk menjadi hambaNya. Kita lupa bahwa kita berharga di mataNya. Kita lupa bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8:28).
Ayat 5-7 dikatakan bagaimana Tuhan menolong Elia yang lelah secara fisik. Elia cuma makan, minum dan berbaring. Itu saja yang dilakukannya. Tuhan memberikan waktu kepada Elia untuk memulihkan kekuatannya.

PENUTUP
Saudara, kalau Tuhan bertanya kepada kita, ‘apakah kerjamu disini?’ apa yang akan kita jawab? Mari kita ambil waktu sejenak untuk merenungkan kembali diri kita, memohon pengampunanNya jika selama ini tanpa kita sadari kita sudah menyedihkan hati Tuhan dengan membanggakan diri dan mencuri kemuliaanNya, atau tanpa kita sadari kita sudah membanding-bandingkan diri dan melupakan kasih setiaNya. Ingat bahwa semua adalah anugerah Tuhan.
Mari kita berdoa.
Khotbah Chapel, STTB, Senin 060910, @MDC@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar