Selasa, 14 Juni 2011

Allah Menghibur Elia


Selamat pagi saudara-saudara yang dikasihi dalam Kristus Yesus.

Halabok (bahasa Yali yang artinya syalom atau bisa juga aku mengasihimu).

Ini kali pertama saya naik mimbar di tahun ini. Maklum saja, di papua perempuan di larang untuk berkhotbah atau menjadi liturgis di kebaktian umum. Hanya di persekutuan biasa saja. Memang pernah diusulkan supaya perempuan juga bisa naik mimbar, paling tidak menjadi liturgis, tapi ternyata sinode tidak mengijinkan.
Salah satu orang yang mengusulkan hal itu adalah satu mama dari Anggruk, nama desa di kabupaten Yahukimo. Kami memanggilnya ‘mace’. Mace dibawa ke Dekai, tempat kami, oleh seorang pilot, karena dia sudah mengganggu masyarakat di Anggruk.
Mace ini agak terganggu jiwanya (99), stress karena sarannya tidak diterima. Mace yang dulunya aktivis gereja, majelis, guru Sekolah Minggu, sekarang malah menjadi ‘99’ dan harus dilayani secara khusus.

Hari ini kita juga akan merenungkan kisah satu orang Hamba Tuhan yang mengalami stress dalam pelayanannya, hampir depresi, tapi tidak langsung ‘99’, karena ketika stress itu ia langsung mencari Tuhan yang langsung menghiburnya. 

Saya mengajak kita untuk membaca 1 Raja 19:1-10 dengan bergantian. Saya dan program Indonesia akan membaca ayat 1, Julianty dan program Mandarin membaca ayat 2, dst.

Saudara, bagian Firman Tuhan ini mungkin sudah sering kita baca, kita ceritakan ke anak Sekolah Minggu, mungkin sudah pernah dikhotbahkan pula, tapi saya percaya Firman Tuhan itu selalu baru setiap hari, dan saya juga menikmati dan mendapatkan berkat ketika mempersiapkan khotbah ini.

Saudara, bagi orang Yahudi, Elia dinantikan kembali selaku perintis jalan untuk Mesias (Maleakhi 4:5-6), sehingga Yohanes Pembaptis pun disamakan dengan Elia (Matius 17:13). Waktu Yesus dimuliakan di atas gunung, Injil Sinoptik mencatat juga kehadirannya bersama dengan Musa. Elia yang terangkat ke sorga, dan yang pelayanannya hampir selalu disertai dengan mukjizat, ternyata juga pernah mengalami depresi dan tertekan.

Dalam ayat 4 dikatakan ‘cukuplah itu! Sekarang yah Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku’. Kontras sekali dengan pasal 18, bagaimana dia berani menjumpai Ahab yang mencari-carinya, juga ketika dia menantang nabi-nabi Baal. Seorang pemenang menjadi ciut nyalinya, mau mati.

Saudara, menurut saya Elia tidak sungguh-sungguh didalam doanya ini. Elia tidak sungguh-sungguh mau mati. Itu hanyalah ungkapan kekecewaan, ketertekanan saja. Mengapa? Karena kalau Elia mau mati, seharusnya dia tidak melarikan diri (ay.3) dan meninggalkan bujangnya di Bersyeba, lalu berjalan ke padang gurun. Kalau betul mau mati, Elia bisa kan langsung menemui Izebel, lalu mengatakan ‘hai Izebel, aku mau mati neh, ini ku serahkan kepalaku untukmu, gratis kok’. Tapi Elia tidak melakukan itu. Dan kalau benar mau mati, seharusnya waktu malaikat sentuh dia dan menyuruhnya makan, Elia kan bisa bilang ‘sori bos, saya tidak mau makan, kan mau mati,. Jadi nunggu dehidrasi biar mati’.

Saudara, kalau Elia sebenarnya tidak mau mati sungguhan, lalu kenapa dia berkata seperti itu? Saudara, lihat dalam pasal 18. Disana dituliskan bagaimana Elia menantang nabi Baal, dan menunggu sampai dengan lewat tengah hari, lalu kemudian Elia mulai memperbaiki mezbah Tuhan, dan akhirnya menang melawan nabi-nabi tersebut. Saudara, Elia saat ini sedang mengalami kelelahan secara fisik setelah apa yang dilakukannya dalam pasal 18. Kelelahan fisik ini ternyata berpengaruh bagi emosinya, sehingga ketika utusan Izebel datang mengatakan ancaman Izebel (ayat 2), maka emosinya menjadi lelah/down. Setelah apa yang dilakukannya, setelah orang Israel bisa mengakui Tuhan, dialah Allah (Yahweh is the God), tapi ternyata Ahab belum bertobat juga, dia malah menceritakan kepada Izebel sehingga Izebel mau membunuhnya.
Kelelahan secara fisik mempengaruhi emosinya, dan akhirnya berdampak pada rohaninya. Elia tidak lagi berharap dan percaya kepada Allah. Elia lupa akan arti namanya : Yahweh adalah Allahnya (Yahweh is his God), Yahweh adalah kekuatannya. Elia lupa akan penyertaan dan pemeliharaan Tuhan baginya (17:1-6).
Kelelahan fisik, emosi dan rohani, membuat Elia berkata, ‘cukuplah Tuhan, ambillah nyawaku’. 

Apa yang Tuhan lakukan? Tuhan menghibur Elia. Dengan cara bagaimana? Dengan mengutus malaikatnya (ay.5-7).
Sudara, Tuhan tidak mempertanyakan komitmen Elia. Tuhan tidak balik protes kepada Elia. Tidak. Karena Tuhan mengenal Elia dan tahu apa yang saat itu paling dibutuhkan oleh Elia. Yang Tuhan lakukan adalah memberikan waktu kepada Elia untuk memulihkan kembali kekuatannya.
Saudara, ada satu tulisan dari ODB, yang menuliskan seperti ini; ‘ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk memasuki padang gurun, itu karena Tuhan ingin mengajarkan kita pelajaran tentang iman dan kesabaran yang tidak bisa dipelajari dalam keramaian atau kesibukan kita.

Mungkin ada diantara kita yang nantinya bisa mengalami seperti apa yang dirasakan oleh Elia : lelah akan semua pelayanan, lelah akan semua tugas-tugas yang diberikan, lelah akan semua masalah yang harus dihadapi, lelah akan setiap pembentukan di tempat ini.
Saudara, jika itu terjadi, ambillah waktu untuk beristirahat, ambillah waktu untuk berdiam diri di hadapan Tuhan, tinggalkan sejenak kesibukan-kesibukan yang ada, dan pulihkan kembali kekuatan kita.
Kampak yang terus dipakai lama kelamaan akan menjadi tumpul, dan tidak bisa digunakan secara maksimal lagi. Sehingga perlu diasah untuk bisa digunakan kembali. Begitupun dengan kita yang memiliki keterbatasan ini.

Yang kedua. Kita perhatikan ayat 8. Disana dikatakan oleh kekuatan makanan itu, Elia bisa berjalan 40 hari 40 malam sampai ke Gunung Allah atau Gunung Horeb.
Saudara, Elia sudah kuat, tapi tidak langsung pergi pelayanan, tapi dia malah berjalan ke Gunung Horeb. Untuk apa? Untuk bertemu Tuhan secara pribadi. Setelah pulih dari kelelahan, Elia tidak langsung disuruh pelrgi pelayanan, tapi ia datang menghampiri Tuhan lebih dulu.
Saudara lihat ayat 4 dan bandingkan dengan ayat 9.

Ayat 4 Elia sedang dalam kondisi yang lelah, dan dia yang memulai berdoa atau bicara kepada Tuhan.
Ayat 9 Elia sudah pulih kekuatannya, dan yang bertanya adalah Tuhan. Apa yang Tuhan tanyakan? ‘Apakah kerjamu disini, hai Elia?’. Apa jawab Elia? Lihat ay 10. Menurut sya jawaban Elia sedikit kurang tepat. Tuhan kan tanyanya disini, di Gunug Horeb, tapi Elia jawab tentang bekerja segiat-giatnya di Gunung Karmel.
Waktunya pun berbeda, itu kan kejadian yang sudah lewat.

2 kali Tuhan bertanya (ay 9, 13), Elia tetap menjawab yang sama. Apa respon Tuhan? Apa Tuhan menertawakan Elia atau marah kepada Elia? Tidak. Kenapa? Karena Elia jujur kepada Tuhan. Elia mengungkapkan perasaannya kepada Tuhan. Dia merasa sendirian dalam pelayananNya, dia menjadi ‘single fighter’, dan dia sudah lelah dengan semua itu.

Apa yang Tuhan lakukan? Tuhan menghiburnya. Mengirim teman pelayanan untuk Elia, yang nantinya akan menggantikan dia, yaitu Elisa bin Safat (ay. 16). Tuhan juga menghibur Elia dengan memberitahu bahwa masih ada tujuh ribu orang di Israel yang tidak menyembah Baal (ay 18).
Saudara, bagian ini begitu indah buat saya. Mengetahui bahwa Allah yang saya layani mengerti dan memahami kebutuhan saya.
Ayat 5-8, Elia dipulihkan kekuatan fisiknya.
Ayat 16-18, emosi Elia dipulihkan oleh Tuhan
Ayat 11-12, Tuhan memulihkan rohani Elia dengan menunjukkan siapakan Aku ini, siapakah Tuhan yang Elia layani itu.

Saudara, CS. Lewis dalam bukunya mengatakan (Mere Christianity): ‘Allah membuat kita, menciptakan kita seperti manusia menciptakan sebuah mesin. Sebuah mobil dibuat agar bisa dijalankan dengan bensin dan takkan bisa dijalankan dengan baik bila menggunakan bahan bakar lainnya. Sekarang Allah mendesain mesin manusia untuk dijalankan dengan diriNya sendiri. Dia adalah bahan bakar jiwa kita, tidak ada yang lain.
Mungkin ada diantara kita yang mengalami kekecewaan kepada Tuhan, kepada teman, kepada dosen, kepada gereja, kepada keluarga, dll. Jujurlah kepada Tuhan, karena Dia mengenal kita dan memahami kebutuhan kita.

Nantikanlah Tuhan. Mungkin Dia tidak berbicara dengan angin besar yang menunjukkan kuasaNya yang membelah gunung dan memecahkan bukit batu, tapi mungkin Tuhan bicara dengan small voice, dengan suara yang lembut. Dan kita harus memiliki telinga yang peka untuk bisa mendengar suara Tuhan itu, untuk tahu apa yang dikehendakiNya, sehingga kita bisa menikmati dan mengalami Dia dalam keseharian kita.
Saudara, bukan hanya pelayanan kita yang Tuhan mau, tetapi Dia lebih ingin pribadi kita sendiri, pribadi yang memiliki kerinduan untuk memiliki persekutuan yang intim denganNya.
Elia yang mengalami tekanan di dalam pelayanannya, datang kepada Tuhan dan mendapatkan penghiburan, sehingga bisa kembali melayani secara efektif bagi kemuliaan Tuhan.

Bagaimana dengan kita? Maukan kita jujur di hadapan Tuhan, ketika dia bertanya’Apakah kerjamu disini, hai anakku?’ apa yang akan kita jawab?
Biarlah setiap kita boleh mengalami pemulihan dan penghiburan dari Tuhan secara pribadi.
Mari kita berdoa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar