Selasa, 14 Juni 2011

Persembahan = Pemborosan?


MATIUS 26:6-13

Selamat pagi Bapak/Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan. Pada pagi hari ini kita akan sama-sama belajar dari satu peristiwa di masa Yesus hidup, yang sampai saat ini dicatat dalam Alkitab dan diberitakan / dikhotbahkan oleh banyak orang.
Saya mengajak kita untuk kembali membuka kembali Matius 26:6-13.
Mari kita berdoa meminta hikmat Tuhan.
Amin.

Seringkali tanpa kita sadari, kita beranggapan bahwa memberi persembahan kepada Tuhan itu adalah suatu pemborosan. “Jangan kasih persembahan yang banyak-banyak, kita masih butuh duit buat beli susu anak-anak”, “Ngapain sih kasih persembahan banyak, pendeta kita kan sudah kaya”, “Aduh, bulan ini jangan kasih perpuluhan dulu deh, ada kebutuhan mendadak nih”, Kalau kasih uang persembahan dihitung-hitung dong, kan kantung kolektenya bukan cuma ada satu”. Kita mulai hitung-hitungan sama Tuhan. 

Bapak/Ibu/Saudara, hal yang sama juga dilakukan oleh murid-murid Yesus, khususnya Yudas, ketika mereka sama-sama melihat minyak yang sangat mahal itu dituangkan begitu saja ke atas kepala Yesus (ay. 7). Mereka mengatakan, “untuk apa pemborosan ini? Minyak itu kan dapat dijual seharga 300 dinar, uangnya akan lebih bermanfaat kalau diberikan kepada orang-orang miskin”. 

300 dinar itu berarti hasil gaji selama + 1 tahun (1 dinar 1 hari, 25 hari x 12 bulan). Ngapain boros, itu kan uang gaji selama satu tahun. Berarti mungkin itu merupakan uang tabungan + 2 tahun (kalau perempuan itu nabung sehari setengah dinar). Kok langsung dihabiskan begitu saja. Inilah pendapat murid-murid.
Kenapa murid-murid bisa berpikiran kalau memberi kepada Yesus = pemborosan?

1.       Murid-murid belum terbiasa memberi
Bapak/Ibu/Saudara, kenapa murid-murid (kalau dalam Yoh 12:4 dikatakan Yudas Iskariot) dengan gusar atau marah mengatakan untuk apa pemborosan ini?
Karena selama mereka hidup bersama-sama Yesus tidak sekalipun ada diantara murid-murid yang memberi kepada Yesus. Murid-murid belum terbiasa untuk memberi. Selama ini merka hanya tahu mengikut Yesus dan mendengarkan pengajaran Yesus. Nanti setelah kenaikan Yesus, dan hari Pentakosta, baru murid-murid sadar perlunya memberi persembahan kepada Yesus (Kis 2 = cara hidup mula-mula, Kis 5 = Ananias dan Safira).

Bapak/Ibu/Saudara, memberi persembahan kepada yesus tidak hanya duduk dengar firman, tapi juga mau merogoh kocek, mau mengeluarkan uang untuk dipersembahkan kepada Yesus. Jemaat mula-mula melakukan hal itu. Mereka menjual apa yang mereka miliki dan membawa hasil penjualannya kepada rasul-rasul, yang akhirnya dipergunakan untuk pelayanan juga.

Kalau kita belum terbiasa memberi persembahan kepada Yesus, memang awalnya akan berat sekali. Kalau belum terbiasa memberi perpuluhan, memang susah sekalli, apalagi kalau kita llihat nominalnya. Untung saya bulan ini 10 juta, kalau saya kasih perpuluhan 10%nya berarti 1 juta saya kasih ke gereja. Aduh besar sekali, ga usah deh 1 juta, cukup 500 ribu saja. Itu juga sudah besar.

Kita belum terbiasa memberi. Tapi kalau sudah terbiasa, maka akan lebih mudah kita mengeluarkan persembahan atau perpuluhan.
·         Adik saya mulai memberikan perpuluhan sejak dia masih sekolah. Saya masih ingat, dulu itu pertama kali dia kasih perpuluhan cuma 5000 rupiah. Itu juga terasa berat katanya. Dia kira-kira kasih segitu, jadi bukan perpuluhan yang jujur. Setelah dia kerja, mulai dia kasih perpuluhan yang jujur. Kurang lebih 3-4 bulan bekerja, dia cerita kalau dia bukan lagi kasih sepersepuluh, tapi dia kasih duapersepuluh, dan itu dilakukannya sampai sekarang, sekalipun dia sudah menikah. Ketika saya bertanya kepadanya, dia mengatakan, sepersepuluh itu haknya Tuhan, sepersepuluh lagi merupakan ucapan syukur Ice sama Tuhan.
Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita sudah terbiasa memberi persembahan atau perpuluhan buat Tuhan, pasti kita tidak akan mengatakan itu adalah satu pemborosan.

2.       Murid-murid melihat yang terbuang dan bukan yang terpakai
Ketika ada anak kecil yang memberikan lima roti dan dua ikan, Andreas, salah satu murid mengatakan apa artinya itu untuk orang sebanyak ini? Sehingga ketika melihat minyak wangi yang mahal, yang harganya + 300 dinar itu, yang merupakan gaji satu tahun, murid-murid langsung mengatakan itu adalah pemborosan.
Bagaimana tidak boros, minyak wangi yang mahal, bukan yang murah, kok seenaknya aja dituang keatas kepala seseorang. Kalau disemprot mungkin tidak seberapa yang dibuang. Tapi kalau dituang, ay. 7 mengatakan minyak itu dicurahkannya ke atas kepala Yesus yang sedang duduk makan, pasti banyak yang terbuang. Pasti minyak yang mahal itu, berceceran di tanah/lantai. Pasti tidak bisa diambil lagi, pasti tidak bisa dipakai lagi, dan pasti tidak bisa dijual lagi.

Murid-murid hanya melihat yang terbuang dan bukan yang terpakai. Karena sebelum minyak yang mahal itu terbuang dan berceceran di lantai, minyak wangi yang mahal itu sudah terlebih dahulu tercurah di kepala Yesus. Terpakai dulu, baru terbuang. Itu sebabnya Yesus mengatakan dalam ay. 10, mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, tanpa kita sadari, ketika kita memberi persembahan untuk Tuhan, untuk gereja, kita juga berpikiran seperti murid-murid. Kenapa sih harus kasih perpuluhan, harus kasih persembahan. Coba kalau tidak perlu ada kolekte saat kebaktian, kalau tidak harus memberi perpuluhan, pasti uang kita tidak berkurang.
Kita lupa, bahwa setiap harinya atau bahkan setiap bulannya, kita mengeluarkan uang lebih daripada yang kita kasih untuk kolekte dan untuk perpuluhan. Kita masih melihat yang terbuang, yang memang haknya Tuhan, dan kita tidak mau melihat pada yang terpakai, yang benar-benar dipakai oleh kita. Lebih mudah untuk kita mengeluarkan uang 10 ribu untuk makan coto, daripada untuk kolekte. Lebih mudah kita keluar uang ratusan ribu untuk membeli pakaian daripada kita berikan untuk perpuluhan.
·         Ada satu cerita yang saya baca, penulisnya mengatakan kalau setiap hari Minggu ke gereja, orang ini selalu menyiapkan pakaian yang terbaik, Alkitab dan kendaraan, juga uang pecahan yang komplit (50 ribu, 20 ribu, 10 ribu, 5 ribu, seribu, 500 dan 100 rupiah). Semua uang pecahan itu ada gunanya.
Uang 50 ribu untuk mengajak doi jalan-jalan ke mall n makan seusai kebaktian di gereja. Uang 20 ribu untuk bensin.
Uang 10 ribu untuk tol.
Uang 5 ribu untuk sarapan pagi.
Uang seribu untuk parkir.
Uang 100 untuk pak ogah (tukang parkir tanpa identitas).
Dan uang 500 ya untuk kolekte.

3.       Murid-murid memakai hukum ekonomi (mengeluarkan biaya sedikit, tapi mendapat hasil yang banyak)
Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, menurut saya masalah terbesar kenapa murid-murid marah itu terletak bukan pada minyak wangi, tapi pada kata mahal. Kalau minyak wangi biasa atau murahan, pasti murid-murid tidak akan semarah itu. Mau berapa botol kek, boleh dituangkan. Tapi karena minyak wangi ini adalah minyak wangi yang mahal, mereka merasa itu adalah sebagai pemborosan.

Murid-murid mulai menerapkan hukum ekonomi, walaupun pada saat itu hukum ekonomi belum ditemukan. Kalau minyak itu dijual, harganya 300 dinar, kalau kita kasih kepada orang-orang miskin, pasti masih ada lebihnya, mungkin bisa masuk dalam kas kita. Kan lumayan, kita tidak perlu keluar uang, kita malah mendapatkan uang. Itu hukum ekonomi, mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya, untuk mendapatkan laba/untung sebesar-besarnya.

Kalau diterapkan dalam ilmu perdagangan atau bisnis, mungkin hukkum ekonomi bisa diterapkan. Tapi tidak bisa diterapkan dalam gereja. Tidak bisa. Firman Tuhan mengatakan siapa yang menabur, dia yang menuai. Menabur sedikit, tuaian juga sedikit. Menabur banyak, tuaian juga banyak. Berilah, maka kamu akan diberi.
Tapi kita kadang juga menerapkan hukum ekonomi saat kita memberi persembahan kepada Tuhan. Yuk kita kasih Tuhan, uang kolekte atau perpuluhan, supaya kita diberkati. Kita keluarin sedikit tapi mau mendapat yang banyak. Padahal kita memberi persembahan atau perpuluhan, bukan supaya diberkati, tapi karena sudah diberkati, maka kita memberi persembahan dan perpuluhan.
·         Suatu hari, setelah ibadah, terjadi percakapan dalam satu keluarga. Sang Ibu mengatakan: “Paduan suaranya tidak bagus, suaranya tidak menyatu”. Si Ayah pun ikut menimpali: “Iya, khotbahnya juga terlalu panjang dan bikin ngantuk”. Lalu si anak, yang baru berusia 7 tahun menjawab, “Benar, tapi musti diakui kalau pertunjukkannya cukup baik untuk 5 ribu rupiah”.

Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan, murid-murid mengatakan kalau apa yang dilakukan oleh perempuan itu, mencurahkan minyak wangi yang mahal, yang harganya 300 dinar, 1 tahun bekerja untuk bisa mendapatkan minyak wangi itu, adalah satu pemborosan. Itu pendapat murid-murid, tapi Yesus memuji apa yang dilakukan oleh perempuan itu. Yesus memujinya dan mengatakan, dalam ay. 10, Aku berkata kepadamu, sesungguhnya dimana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.
Tuhan Yesus memuji dan tidak menyia-nyiakan persembahan perempuan itu. Bahkan dimana saja dan kapan saja, tindakan perempuan itu akan dikenang dan diingat.

Bapak/Ibu/Saudara, bukan suatu pemborosan kalau kita memberi untuk Tuhan. Bukan satu pemborosan kalau kita memberi persembahan dan perpuluhan. Bukan. Sebaliknya, persembahan kepada Tuhan menyenangkan hati Tuhan.

Maukah kita menyenangkan hati Tuhan? Maukah kita dipuji oleh Tuhan? Berikanlah persembahan kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan rela. Karena Ia menyukai persembahan yang diberikan dengan rela hati.

Mari kita berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar